Skip to main content

Kejang Demam / Penyakit Saraf / Neurologi

Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal > 38o C) akibat dari suatu proses ekstra kranial. Kejang berhubungan dengan demam, tetapi tidak disebabkan infeksi intrakranial atau penyebab lain seperti trauma kepala, gangguan kesimbangan elektrolit, hipoksia atau hipoglikemia.

Masalah Kesehatan
Kejang Demam
No. ICPC-2 : N07 Convulsion/Seizure
No. ICD-10 : R56.0 Febrile convulsions
Tingkat Kemampuan : 4A

Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Keluhan utama adalah kejang. Anamnesis dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya kejang. Perlu deskripsi kejang seperti tipe kejang, lama, frekuensi dan kesadaran pasca kejang. kemudian mencari kemungkinan adanya faktor pencetus atau penyebab kejang. Umumnya kejang demam terjadi pada anak dan berlangsung pada permulaan demam akut. Sebagian besar berupa serangan kejang klonik umum atau tonik klonik, singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal.
Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya, kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan, trauma, gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat kejang.Riwayat kejang demam dalam keluarga juga perlu ditanyakan.


Faktor Risiko
1. Demam
a. Demam yang berperan pada KD, akibat:
  • Infeksi saluran pernafasan
  • Infeksi saluran pencernaan
  • Infeksi THT
  • Infeksi saluran kencing
  • Roseola infantum/infeksi virus akut lain.
  • Paska imunisasi
b. Derajat demam:
  • 75% dari anak dengan demam ≥ 39 C
  • 25% dari anak dengan demam > 40 C
2. Usia
  • Umumnya terjadi pada usia 6 bulan–6tahun
  • Puncak tertinggi pada usia 17–23 bulan
  • Kejang demam sebelum usia 5–6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP
  • Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan febrile seizure plus (FS+).
3. Gen
  • Risiko meningkat 2–3x bila saudara sekandung mengalami kejang demam
  • Risiko meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang demam
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital dan kesadaran. Pada kejang demam tidak ditemukan penurunan kesadaran. Pemeriksaan umum ditujukan untuk mencari tanda-tanda infeksi penyebab demam. Pemeriksaan neurologi meliputi kepala, ubun-ubun besar, tanda rangsang meningeal, pupil, saraf kranial, motrik, tonus otot, refleks fisiologis dan patologis.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang lebih ditujukan untuk mencari penyebab demam. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan :
  1. Pemeriksaan hematologi rutin dan urin rutin
  2. Pemeriksaan lain atas indikasi : glukosa, elektrolit, pungsi lumbal.
Penegakan Diagnostik(Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2, yaitu:

1. Kejang demam sederhana
  • Kejang umum tonik, klonik atau tonik-klonik.
  • Durasi< 15 menit
  • Kejang tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks
  • Kejang fokal atau fokal menjadi umum.
  • Durasi> 15 menit
  • Kejang berulang dalam 24 jam.
Diagnosis Banding
  • Meningitis
  • Epilepsi
  • Gangguan metabolik, seperti: gangguan elektrolit.
Komplikasi dan prognosis
Kejang demam suatu kondis yang jinak/benign, tidak menyebabkan kematian. Sebagian besar akan menghilang pada usia 5-6 tahun. Faktor risiko epilepsi di kemudian hari tergantung dari: (1) kejang demam kompleks, (2) riwayat epilepsi dalam keluarga, (3) terdapat defisit neurologis.


Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
1. Keluarga pasien diberikan informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan prognosisnya.
2. Farmakoterapi ditujukan untuk tatalaksana kejang akut dan tatalaksana profilaksis untuk mencegah kejang berulang.

3. Pemberian farmakoterapi untuk mengatasi kejang akut adalah dengan:
  • Diazepam per rektal (0,5mg/kgBB) atau BB < 10 kg diazepam rektal 5 mg , BB > 10 kg diazepam rektal 10 mg, atau lorazepam (0,1 mg/kg) harus segera diberikan jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan mudah. Jika akses intravena telah diperoleh diazepam lebih baik diberikan intravena dibandingkan rektal. Dosis pemberian IV 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan maksimum pemberian 20 mg. Jika kejang belum berhenti diazepam rektal/IV dapat diberikan 2 kali dengan interval 5 menit. Lorazepam intravena, setara efektivitasnya dengan diazepam intravena dengan efek samping yang lebih minimal (termasuk depresi pernapasan) dalam pengobatan kejang akut.
  • Jika dengan 2 kali pemberian diazepam rektal/intravena masih terdapat kejang dapat diberikan fenitoin IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, diencerkan dalam NaCl 0,9% dengan pengenceran 10 mg fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9%, dengan kecepatan pemberian 1mg/kgBB/menit, maksimum 50 mg/menit, dosis inisial maksimum adalah 1000 mg. Jika dengan fenitoin masih terdapat kejang, dapat diberikan fenobarbital IV dengan dosis inisial 20 mg/kgBB, tanpa pengenceran dengan kecepatan pemberian 20 mg/menit. Jika kejang berhenti dengan fenitoin maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian dengan dosis 5-7 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis. Jika kejang berhenti dengan fenobarbital, maka lanjutkan dengan pemberian rumatan 12 jam kemudian denagn dosis 4-6 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis.
4. Pemberian farmakoterapi untuk profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang di kemudian hari.
  • Profilaksis intermiten dengan diazepam oral/rektal, dosis 0,3 mg/kgBB/kali tiap 8 jam, hanya diberikan selama episode demam, terutama dalam waktu 24 jam setelah timbulnya demam.
  • Profilaksis kontinyu dengan fenobarbital dosis 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis atau asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis. Profilaksis hanya diberikan pada kasus-kasus tertentu seperti kejang demam dengan status epileptikus, terdapat defisit neurologis yang nyata seperti cerebral palsy. Profilaksis diberikan selama 1 tahun.

Farmakoterapi untuk mengatasi kejang
Obat
Intra Vena (IV)
Per rektal

Diazepam
0,3 mg-0,5 mg/kg dengan kecepatan pemberian 2 mg/mnt, tanpa pengenceran.
Maksimum pemberian 20 mg.
0,5 mg/kg atau.BB < 10 kg dosis 5 mg, BB > 10 kg dosis 10 mg.

Lorazepam

0,05 – 0,1 mg/kg dalam 1-2 mnt (maks 4 mg per dosis)


0,1 mg/kg (maks 4 mg per dosis), dilarutkan dengan air 1:1 sebelum digunakan.

Fenitoin

Inisial 20 mg/kgBB diencerkan dengan NaCl 0,9% 10 mg fenitoin dalam 1 ml NaCl 0,9%, kecepatan pemberian 1 mg/kgBB/menit, maksimum 50 mg/menit.
Rumatan 5-7 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis


Fenobarbital
Inisial 20 mg/kgBB tanpa pengenceran, kecepatan pemberian 20 mg/menit.
Rumatan 4-6 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis



Indikasi EEG
Tidak terdapat indikasi pemeriksaan EEG pada kejang demam , kecuali jika ditemukan keragu-raguan apakah ada demam sebelum kejang.


Indikasi pencitraan (CT-scan/MRI kepala)
Pemeriksaan pencitraan hanya dilakukan jika terdapat kejang demam yang bersifat fokal atau ditemukan defisit neurologi pada pemeriksaan fisik.

Konseling dan Edukasi
Konseling dan edukasi dilakukan untuk membantu pihak keluarga mengatasi pengalaman menegangkan akibat kejang demam dengan memberikan informasi mengenai:
  1. Prognosis dari kejang demam.
  2. Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau kesulitan intelektual akibat kejang demam.
  3. Kejang demam kurang dari 30 menit tidak mengakibatkan kerusakan otak.
  4. Risiko kekambuhan penyakit yang sama di masa depan.
  5. Rendahnya risiko terkena epilepsi dan tidak adanya manfaat menggunakan terapi obat antiepilepsi dalam mengubah risiko itu.
Kriteria Rujukan
  1. Apabila kejang tidak membaik setelah diberikan obat antikonvulsan sampai lini ketiga (fenobarbital).
  2. Jika diperlukan pemeriksaan penunjang seperti EEG dan pencitraan (lihat indikasi EEG dan pencitraan).
Peralatan
Tabung oksigen dan kelengkapannya, infus set, diazepam rektal/intravena, lorazepam, fenitoin IV, fenobarbital IV, NaCl 0,9%.

Referensi
  1. Esau, R. et al. 2006. British Columbia’s Children’s Hospital Pediatric Drug Dosage Guidelines. 5th edition.Vancouver. Department of Pharmacy Children’s and Women’s Health Centre of British Columbia. (Esau, 2006)
  2. Guidelines and protocol febrile seizures. September, 2010.
  3. Lau, E. et al. 2007. Drug Handbook and Formulary 2007-2008. Toronto. The Department of Pharmacy, The Hospital for Sick Children. (Lau, 2008)
  4. McEvoy, GK. et al. 2009. AHFS Drug Information 2009. Bethesda. American Society of Health-System Pharmacists, Inc. (McEvoy, 2009)
  5. Konsensus kejang demam. UKK Neurologi IDAI. 2006 (UKK Neurologi IDAI, 2006)

Popular posts from this blog

Vulnus / Muskuloskeletal

Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka/vulnus. Luka tersebut dapat merusak jaringan, sehingga terganggunya fungsi tubuh serta dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Keadaan terjadinya diskontinuitas jaringan, dapat ditimbulkan oleh berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka robek (laserasi), luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi), luka tembus (penetrasi), gigitan, luka bakar, dan pembedahan. Masalah Kesehatan Vulnus No. ICPC-2 : S.16 Bruise / Contusion S.17 Abration / Scratch / Blister S.18 Laceration / Cut No. ICD-10 : T14.1 Open wound of unspecified body region Tingkat Kemampuan: a. Vulnus laceratum, punctum : 4A b. Vulnus perforatum, penetratum : 3B Etiologi  Berdasarkan mekanisme trauma, terdiri dari : Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka, misalnya : 1. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)  Pen...

Reaksi Gigitan Serangga / Penyakit Kulit / Insect Bite

Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik. Masalah Kesehatan Reaksi Gigitan Serangga No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian. Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga, namun ada pula yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang me...

Syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik dan distributif

Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel.  Karakteristik kondisi ini, yaitu:  ketergantungan suplai oksigen,  kekurangan oksigen,  Asidosis jaringan sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital dan kematian.  Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan karakteristik pola hemodinamik yang ditimbulkan, yaitu:  Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilata...

Veruka Vulgaris / Kutil / Penyakit Kulit

Kutil / Veruka vulgaris merupakan hiperplasia epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu. Sinonim penyakit ini adalah kutil atau common wart. Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Veruka ini sering dijumpai pada anak-anak dan remaja. Masalah Kesehatan Veruka Vulgaris No. ICPC-2 : S03 Warts No. ICD-10 : B07 Viral warts Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Adanya kutil pada kulit dan mukosa. Faktor Risiko 1. Biasanya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa sehat. 2. Pekerjaan yang berhubungan dengan daging mentah. 3. Imunodefisiensi. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis Papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa. Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan kuku. Apabila permukaannya rata, disebut dengan veruka Plana. Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena Koebn...

Benda asing di mata / Konjungtiva / Penyakit Mata

Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan, namun pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder. Masalah Kesehatan Benda asing di konjungtiva No. ICPC-2 : F76 Foreign body in eye No. ICD-10 : T15.9 Foreign body on external eye, part unspecified Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Faktor Risiko Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa). Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) ...