Skip to main content

Rinitis Alergik / Penyakit Saluran Napas / Hidung


Rinitis Alergik adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh alergen yang sama serta dilepaskan suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001, rinitis alergi adalah kelainan pada gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh Ig E. 

Rinitis ditemukan di semua ras manusia, pada anak-anak lebih sering terjadi terutama anak laki-laki. Memasuki usia dewasa, prevalensi laki-laki dan perempuan sama. Insidensi tertinggi terdapat pada anak-anak dan dewasa muda dengan rerata pada usia 8-11 tahun, sekitar 80% kasus rinitis alergi berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insidensi rinitis alergi pada anak-anak 40% dan menurun sejalan dengan usia sehingga pada usia tuarinitis alergi jarang ditemukan. 

Masalah Kesehatan 
Rinitis Alergik
No. ICPC-2 : R97 Allergic rhinitis 
No. ICD-10 : J30.4 Allergic rhinitis, unspecified 
Tingkat Kemampuan : 4A 



Hasil Anamnesis (Subjective) 
Keluhan 
Pasien datang dengan keluhan keluarnya ingus encer dari hidung (rinorea), bersin, hidung tersumbat dan rasa gatal pada hidung (trias alergi). Bersin merupakan gejala khas, biasanya terjadi berulang, terutama pada pagi hari. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap patologik dan perlu dicurigai adanya rinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi fase cepat. Gejala lain berupa mata gatal dan banyak air mata. 

Faktor Risiko 
  • Adanya riwayat atopi. 
  • Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi merupakan faktor risiko untuk untuk tumbuhnya jamur, sehingga dapat timbul gejala alergis. 
  • Terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai tempat tidur, suhu yang tinggi. 
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) 
Pemeriksaan Fisik 
1. Perhatikan adanya allergic salute, yaitu gerakan pasien menggosok hidung dengan tangannya karena gatal. 
2. Wajah:
  • Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan vasodilatasi atau obstruksi hidung. 
  • Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan. 
  • Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid). 
3. Faring: dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).
4. Rinoskopi anterior: 
  • Mukosa edema, basah, berwarna pucat atau kebiruan (livide), disertai adanya sekret encer, tipis dan banyak. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan dengan sinusitis. 
  • Pada rinitis alergi kronis atau penyakit granulomatous, dapat terlihat adanya deviasi atau perforasi septum. 
  • Pada rongga hidung dapat ditemukan massa seperti polip dan tumor, atau dapat juga ditemukan pembesaran konka inferior yang dapat berupa edema atau hipertropik. Dengan dekongestan topikal, polip dan hipertrofi konkatidak akan menyusut, sedangkan edema konka akan menyusut. 
5. Pada kulit kemungkinan terdapat tanda dermatitis atopi. 

Pemeriksaan Penunjang 
Bila diperlukan dan dapat dilakukan di layanan primer. 
1. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung. 
2. Pemeriksaan Ig E total serum 

Penegakan Diagnostik (Assessment) 
Diagnosis Klinis 
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan. Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001, rinitis alergi dibagi berdasarkan sifat berlangsungnya menjadi: 
  • Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. 
  • Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu. 
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: 
  • Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu. 
  • Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas. 
Diagnosis Banding 
Rinitis vasomotor, Rinitis akut Komplikasi Polip hidung, Sinusitis paranasal, Otitis media 

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 
Penatalaksanaan 
1. Menghindari alergen spesifik 
2. Pemeliharaan dan peningkatan kebugaran jasmani telah diketahui berkhasiat dalam menurunkan gejala alergis 
3. Terapi topikal dapat dengan dekongestan hidung topikal melalui semprot hidung. Obat yang biasa digunakan adalah oxymetazolin atau xylometazolin, namun hanya bila hidung sangat tersumbat dan dipakai beberapa hari (< 2 minggu) untuk menghindari rinitis medikamentosa. 
4. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak dapat diatasi dengan obat lain. Obat yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal: beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, mometason furoat dan triamsinolon. 
5. Preparat antikolinergik topikal adalah ipratropium bromida yang bermanfaat untuk mengatasi rinorea karena aktivitas inhibisi reseptor kolinergik pada permukaan sel efektor. 
6. Terapi oral sistemik 
6.A. Antihistamin 
  •  Anti histamin generasi 1: difenhidramin, klorfeniramin, siproheptadin. 
  •  Anti histamin generasi 2: loratadin, cetirizine 
6.B. Preparat simpatomimetik 
Golongan agonis alfa dapat dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin. Dekongestan oral: pseudoefedrin, fenilpropanolamin, fenilefrin. 

7. Terapi lainnya dapat berupa operasi terutama bila terdapat kelainan anatomi, selain itu dapat juga dengan imunoterapi 

Konseling dan Edukasi 
Memberitahu individu dan keluarga untuk: 
  • Menyingkirkan faktor penyebab yang dicurigai (alergen). 
  • Menghindari suhu ekstrim panas maupun ekstrim dingin. 
  • Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani. 
Hal ini dapat menurunkan gejala alergi. 

Pemeriksaan penunjang lanjutan 
Bila diperlukan, dilakukan:
  1. Uji kulit atau Prick Test, digunakan untuk menentukan alergen penyebab rinitis alergi pada pasien. 
  2. Pemeriksaan radiologi dengan foto sinus paranasal. 
Kriteria Rujukan 
  1. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis alergen.
  2. Bila perlu dilakukan tindakan operatif. 
Peralatan 
  1. Lampu kepala / senter 
  2. Spekulum hidung 
  3. Spatula lidah 
Prognosis 
Ad vitam : Bonam 
Ad functionam : Bonam 
Ad sanationam : Dubia ad bonam

Referensi
  1. Adam, GL. Boies LR. Higler,. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Ed. ke-6. Jakarta: EGC. 1997. 
  2. Bousquet, J. Cauwenberge, P. ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma Initiative). 
  3. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Ed. Ke-8. McGraw-Hill. 2003. 
  4. Irawati, N. Kasakeyan, E. Rusmono, N.Rhinitis Alergi dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-6. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007

Popular posts from this blog

Vulnus / Muskuloskeletal

Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka/vulnus. Luka tersebut dapat merusak jaringan, sehingga terganggunya fungsi tubuh serta dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Keadaan terjadinya diskontinuitas jaringan, dapat ditimbulkan oleh berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka robek (laserasi), luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi), luka tembus (penetrasi), gigitan, luka bakar, dan pembedahan. Masalah Kesehatan Vulnus No. ICPC-2 : S.16 Bruise / Contusion S.17 Abration / Scratch / Blister S.18 Laceration / Cut No. ICD-10 : T14.1 Open wound of unspecified body region Tingkat Kemampuan: a. Vulnus laceratum, punctum : 4A b. Vulnus perforatum, penetratum : 3B Etiologi  Berdasarkan mekanisme trauma, terdiri dari : Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka, misalnya : 1. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)  Pen...

Reaksi Gigitan Serangga / Penyakit Kulit / Insect Bite

Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik. Masalah Kesehatan Reaksi Gigitan Serangga No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian. Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga, namun ada pula yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang me...

Syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik dan distributif

Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel.  Karakteristik kondisi ini, yaitu:  ketergantungan suplai oksigen,  kekurangan oksigen,  Asidosis jaringan sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital dan kematian.  Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan karakteristik pola hemodinamik yang ditimbulkan, yaitu:  Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilata...

Veruka Vulgaris / Kutil / Penyakit Kulit

Kutil / Veruka vulgaris merupakan hiperplasia epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu. Sinonim penyakit ini adalah kutil atau common wart. Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Veruka ini sering dijumpai pada anak-anak dan remaja. Masalah Kesehatan Veruka Vulgaris No. ICPC-2 : S03 Warts No. ICD-10 : B07 Viral warts Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Adanya kutil pada kulit dan mukosa. Faktor Risiko 1. Biasanya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa sehat. 2. Pekerjaan yang berhubungan dengan daging mentah. 3. Imunodefisiensi. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis Papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa. Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan kuku. Apabila permukaannya rata, disebut dengan veruka Plana. Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena Koebn...

Benda asing di mata / Konjungtiva / Penyakit Mata

Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan, namun pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder. Masalah Kesehatan Benda asing di konjungtiva No. ICPC-2 : F76 Foreign body in eye No. ICD-10 : T15.9 Foreign body on external eye, part unspecified Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Faktor Risiko Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa). Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) ...