Skip to main content

Syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik dan distributif

Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel. 

Karakteristik kondisi ini, yaitu: 
  1. ketergantungan suplai oksigen, 
  2. kekurangan oksigen, 
  3. Asidosis jaringan sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital dan kematian. 
Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan karakteristik pola hemodinamik yang ditimbulkan, yaitu: 
  1. Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilatasi arteri dan vena. 
  2. Syok Kardiogenik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh adanya kerusakan primer fungsi atau kapasitas pompa jantung untuk mencukupi volume jantung semenit, berkaitan dengan terganggunya preload, afterload, kontraktilitas, frekuensi ataupun ritme jantung. Penyebab terbanyak adalah infark miokard akut, keracunan obat, infeksi/inflamasi, gangguan mekanik. 
  3. Syok Distributif yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh menurunnya tonus vaskuler mengakibatkan vasodilatasi arterial, penumpukan vena dan redistribusi aliran darah. Penyebab dari kondisi tersebut terutama komponen vasoaktif pada syok anafilaksis; bakteria dan toksinnya pada septik syok sebagai mediator dari SIRS; hilangnya tonus vaskuler pada syok neurogenik.
  4. Syok Obstruktif yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen berkaitan dengan terganggunya mekanisme aliran balik darah oleh karena meningkatnya tekanan intratorakal atau terganggunya aliran keluar arterial jantung (emboli pulmoner, emboli udara, diseksi aorta, hipertensi pulmoner, tamponade perikardial, perikarditis konstriktif) ataupun keduanya oleh karena obstruksi mekanis. 
  5. Syok Endokrin, disebabkan oleh hipotiroidisme, hipertiroidisme dengan kolaps kardiak dan insufisiensi adrenal. Pengobatannya dengan tunjangan kardiovaskular sambil mengobati penyebabnya. Insufisiensi adrenal mungkin kontributor terjadinya syok pada pasien sakit gawat. Pasien yang tidak respon pada pengobatan harus tes untuk insufisiensi adrenal. 

Masalah Kesehatan 
Syok
No. ICPC-2 : K99 Cardiovascular disease other 
No. ICD-10 : R57.9 Shock, unspecified 
Tingkat Kemampuan : 3B 



Hasil Anamnesis (Subjective) 
Keluhan Pasien datang dengan lemas atau dapat tidak sadarkan diri. Gejala klinis juga tergantung etiologi penyebabnya, yang sering terjadi adalah tromboemboli paru, tamponade jantung, obstruksi arterioventrikuler, tension pneumotoraks. Untuk identifikasi penyebab, perlu ditanyakan faktor predisposisi seperti karena infark miokard antara lain: umur, diabetes melitus, riwayat angina, gagal jantung kongestif, infark anterior. Tanda awal iskemi jantung akut yaitu nyeri dada, sesak nafas, diaforesis, gelisah dan ketakutan, nausea dan vomiting dan gangguan sirkulasi lanjut menimbulkan berbagai disfungsi end organ. Riwayat trauma untuk syok karena perdarahan atau syok neurogenik pada trauma servikal atau high thoracic spinal cord injury. Demam dan riwayat infeksi untuk syok septik. Gejala klinis yang timbul setelah kontak dengan antigen pada syok anafilaktik. Syok obstruktif, tampak hampir sama dengan syok kardiogenik dan hipovolemik.

Faktor Risiko: - 

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) 
Pemeriksaan Fisik 
Keadaan umum:
  1. Hipotensi dan penyempitan tekanan denyutan (adalah tanda hilangnya cairan yang berat dan syok). 
  2. Hipertermi, normotermi, atau hipotermi dapat terjadi pada syok. Hipotermia adalah tanda dari hipovolemia berat dan syok septik. 
  3. Detak jantung naik, frekuensi nafas naik, kesadaran turun. 
  4. Produksi urin turun. Produksi urin merupakan penunjuk awal hipovolemia dan respon ginjal terhadap syok. 
  5. Gambaran klinis syok kardiogenik tampak sama dengan gejala klinis syok hipovolemik, ditambah dengan adanya disritmia, bising jantung, gallop.
  6. Gejala klinis syok septik tak dapat dilepaskan dari keadaan sepsis sendiri berupa sindroma reaksi inflamasi sistemik (SIRS) dimana terdapat dua gejala atau lebih: a. Temperatur >380C atau <360C. b. Heart rate >90x/mnt. c. Frekuensi nafas >20x/mn atau PaCO2< 4,3 kPa. d. Leukosit >12.000 sel/mm atau <4000sel/mm atau >10% bentuk imatur. 
  7. Efek klinis syok anafilaktik mengenai sistem pernafasan dan sistem sirkulasi, yaitu: Terjadi edema hipofaring dan laring, konstriksi bronkus dan bronkiolus, disertai hipersekresi mukus, dimana semua keadaan ini menyebabkan spasme dan obstruksi jalan nafas akut. 
  8. Syok neurogenik ditandai dengan hipotensi disertai bradikardi. Gangguan neurologis: paralisis flasid, refleks ekstremitas hilang dan priapismus. 
  9. Syok obstruktif, tampak hampir sama dengan syok kardiogenik dan hipovolemik. Gejala klinis juga tergantung etiologi penyebabnya, yang sering terjadi adalah tromboemboli paru, tamponade jantung, obstruksi arterioventrikuler, tension pneumothorax. Gejala ini akan berlanjut sebagai tanda-tanda akut kor pulmonal dan payah jantung kanan: pulsasi vena jugularis, gallop, bising pulmonal, aritmia. Karakteristik manifestasi klinis tamponade jantung: suara jantung menjauh, pulsus altemans, JVP selama inspirasi. Sedangkan emboli pulmonal: disritmia jantung, gagal jantung kongesti. 
Pemeriksaan Penunjang 
  1. Pulse oxymetri 
  2. EKG 
Penegakan Diagnostik (Assessment) 
Diagnosis Klinis 
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang. 

Diagnosis Banding: - 

Komplikasi 
Kerusakan otak, koma, kematian. 

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 
Penatalaksanaan 

  1. Pengenalan dan restorasi yang cepat dari perfusi adalah kunci pencegahan disfungsi organ multipel dan kematian. 
  2. Pada semua bentuk syok, manajemen jalan nafas dan pernafasan untuk memastikan oksigenasi pasien baik, kemudian restorasi cepat dengan infus cairan.
  3. Pilihan pertama adalah kristaloid (Ringer laktat/Ringer asetat) disusul darah pada syok perdarahan. Keadaan hipovolemi diatasi dengan cairan koloid atau kristaloid sekaligus memperbaiki keadaan asidosis. 
  4. Pengobatan syok sebelumnya didahului dengan penegakan diagnosis etiologi. Diagnosis awal etiologi syok adalah esensial, kemudian terapi selanjutnya tergantung etiologinya. 
  5. Tindakan invasif seperti intubasi endotrakeal dan cricothyroidotomy atau tracheostomy dapat dilakukan hanya untuk life saving oleh dokter yang kompeten. 
Syok Hipovolemik: 

  1. Infus cepat kristaloid untuk ekspansi volume intravaskuler melalui kanula vena besar (dapat lebih satu tempat) atau melalui vena sentral. 
  2. Pada perdarahan maka dapat diberikan 3-4 kali dari jumlah perdarahan. Setelah pemberian 3 liter disusul dengan transfusi darah. Secara bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol. 
  3. Resusitasi tidak komplit sampai serum laktat kembali normal. Pasien syok hipovolemik berat dengan resusitasi cairan akan terjadi penumpukan cairan di rongga ketiga. 
  4. Vasokonstriksi jarang diperlukan pada syok hipovolemik murni. 

Syok Obstruktif: 
  1. Penyebab syok obstruktif harus diidentifikasi dan segera dihilangkan. 
  2. Pericardiocentesis atau pericardiotomi untuk tamponade jantung.
  3. Dekompressi jarum atau pipa thoracostomy atau keduanya pada tension pneumothorax. 
  4. Dukungan ventilasi dan jantung, mungkin trombolisis, dan mungkin prosedur radiologi intervensional untuk emboli paru. 
  5. Abdominal compartment syndrome diatasi dengan laparotomi dekompresif. 

Syok Kardiogenik: 
  1. Optimalkan pra-beban dengan infus cairan. 
  2. Optimalkan kontraktilitas jantung dengan inotropik sesuai keperluan, seimbangkan kebutuhan oksigen jantung. Selain itu, dapat dipakai dobutamin atau obat vasoaktif lain. 
  3. Sesuaikan pasca-beban untuk memaksimalkan CO. Dapat dipakai vasokonstriktor bila pasien hipotensi dengan SVR rendah. Pasien syok kardiogenik mungkin membutuhkan vasodilatasi untuk menurunkan SVR, tahanan pada aliran darah dari jantung yang lemah. Obat yang dapat dipakai adalah nitroprusside dan nitroglycerin. 
  4. Diberikan diuretik bila jantung dekompensasi. 
  5. PAC dianjurkan dipasang untuk penunjuk terapi. 
  6. Penyakit jantung yang mendasari harus diidentifikasi dan diobati. 

Syok Distributif:
  1. Pada SIRS dan sepsis, bila terjadi syok ini karena toksin atau mediator penyebab vasodilatasi. Pengobatan berupa resusitasi cairan segera dan setelah kondisi cairan terkoreksi, dapat diberikan vasopresor untuk mencapai MAP optimal. Sering terjadi vasopresor dimulai sebelum pra-beban adekuat tercapai. Perfusi jaringan dan oksigenasi sel tidak akan optimal kecuali bila ada perbaikan pra-beban. 
  2. Obat yang dapat dipakai adalah dopamin, norepinefrin dan vasopresin. 
  3. Dianjurkan pemasangan PAC. 
  4. Pengobatan kausal dari sepsis. 

Syok Neurogenik: 
  1. Setelah mengamankan jalan nafas dan resusitasi cairan, guna meningkatkan tonus vaskuler dan mencegah bradikardi diberikan epinefrin. 
  2. Epinefrin berguna meningkatkan tonus vaskuler tetapi akan memperberat bradikardi, sehingga dapat ditambahkan dopamin dan efedrin. Agen antimuskarinik atropin dan glikopirolat juga dapat untuk mengatasi bradikardi. 
  3. Terapi definitif adalah stabilisasi Medulla spinalis yang terkena. 

Rencana Tindak Lanjut 
Mencari penyebab syok dan mencatatnya di rekam medis serta memberitahukan kepada pasien dan keluarga untuk tindakan lebih lanjut yang diperlukan. 

Konseling dan Edukasi 
Keluarga perlu diberitahukan mengenai kemungkinan terburuk yang dapat terjadi pada pasien dan pencegahan terjadinya kondisi serupa. 

Kriteria Rujukan 
Setelah kegawatan pasien ditangani, pasien dirujuk ke pelayanan kesehatan sekunder. 

Peralatan 

  1. Infus set 
  2. Oksigen 
  3. NaCl 0,9% 
  4. Senter 
  5. EKG 
Prognosis 
Prognosis suatu syok amat tergantung dari kecepatan diagnosa dan pengelolaannya sehingga pada umumnya adalah dubia ad bonam. 

Referensi 
  1. Karyadi, W. Update on Shock. Pertemuan Ilmiah Terpadu-1. Surabaya: FK Universitas Airlangga. 6-7 Mei 2000. (Karyadi, et al., 2000) 
  2. Rahardjo, E. Update on Shock. Pertemuan Ilmiah Terpadu-1.Surabaya: FK Universitas Airlangga. 6-7 Mei 2000.
  3. Suryohudoyo, P. Update on Shock, Pertemuan Ilmiah Terpadu-1. Surabaya: FK Universitas Airlangga. 6-7 Mei 2000.

Popular posts from this blog

Reaksi Gigitan Serangga / Penyakit Kulit / Insect Bite

Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik. Masalah Kesehatan Reaksi Gigitan Serangga No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian. Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga, namun ada pula yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang me...

Vulnus / Muskuloskeletal

Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka/vulnus. Luka tersebut dapat merusak jaringan, sehingga terganggunya fungsi tubuh serta dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Keadaan terjadinya diskontinuitas jaringan, dapat ditimbulkan oleh berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka robek (laserasi), luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi), luka tembus (penetrasi), gigitan, luka bakar, dan pembedahan. Masalah Kesehatan Vulnus No. ICPC-2 : S.16 Bruise / Contusion S.17 Abration / Scratch / Blister S.18 Laceration / Cut No. ICD-10 : T14.1 Open wound of unspecified body region Tingkat Kemampuan: a. Vulnus laceratum, punctum : 4A b. Vulnus perforatum, penetratum : 3B Etiologi  Berdasarkan mekanisme trauma, terdiri dari : Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka, misalnya : 1. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)  Pen...

Takikardi / Penyakit Kardiovaskuler

Takikardi adalah suatu kondisi dimana denyut jantung istirahat seseorang secara abnormal lebih dari 100 kali per menit. Sedangkan supraventikular takikardi (SVT) adalah takikardi yang berasal dari sumber di atas ventrikel (atrium atau AV junction), dengan ciri gelombang QRS sempit (< 0,12ms) dan frekuensi lebih dari 150 kali per menit. Ventrikular Takikardi (VT) adalah takikardi yang berasal dari ventrikel, dengan ciri gelombang QRS lebar (> 0,12ms) dan frekuensi biasanya lebih dari 150 kali per menit. VT ini bisa menimbulkan gangguan hemodinamik yang memerlukan tindakan resusitasi. Masalah Kesehatan Takikardia No. ICPC-2 : K79 Paroxysmal Tachicardy No. ICD-10 : R00.0 Tachicardy Unspecified I47.1 Supraventicular Tachicardy I47.2 Ventricular Tachicardy Tingkat Kemampuan : 3B Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Gejala utama meliputi: Palpitasi  Sesak napas  Mudah lelah  Nyeri atau rasa tidak nyaman di dada  Denyut jantung istiraha...

Benda asing di mata / Konjungtiva / Penyakit Mata

Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan, namun pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder. Masalah Kesehatan Benda asing di konjungtiva No. ICPC-2 : F76 Foreign body in eye No. ICD-10 : T15.9 Foreign body on external eye, part unspecified Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Faktor Risiko Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa). Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) ...