Skip to main content

Tirotoksikosis / Penyakit endokrin, metabolik & nutrisi,

Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis akibat kelebihan hormon tiroid yang beredar di sirkulasi. Data Nasional dalam Riskesdas 2013, hipertiroid di Indonesia, terdiagnosis dokter sebesar 0,4%. Prevalensi hipertiroid tertinggi di DI Yogyakarta dan DKI Jakarta (masing-masing 0,7%), Jawa Timur (0,6%), dan Jawa Barat (0,5%). Tiroktosikosis di bagi dalam 2 kategori, yaitu yang berhubungan dengan hipertiroidisme dan yang tidak berhubungan. 

Tirotoksikosis dapat berkembang menjadi krisis tiroid yang dapat menyebabkan kematian. Tirotoksikosis yang fatal biasanya disebabkan oleh autoimun Grave’s disease pada ibu hamil. Janin yang dikandungnya dapat mengalami tirotoksikosis pula, dan keadaaan hepertiroid pada janin dapat menyebabkan retardasi pertumbuhanm kraniosinostosis, bahkan kematian janin. 

Masalah Kesehatan 
Tirotoksikosis 
No. ICPC-2 : T85 Hipertiroidisme/tirotoksikosis 
No. ICD-10 : E05.9 Tirotoksikosis unspecified 
Tingkat Kemampuan : 3B 

Hasil Anamnesis (Subjective) 
Keluhan 
Pasien dengan tirotoksikosis memiliki gejala antara lain: 
  1. Berdebar-debar 
  2. Tremor 
  3. Iritabilitas 
  4. Intoleran terhadap panas 
  5. Keringat berlebihan 
  6. Penurunan berat badan 
  7. Peningkatan rasa lapar (nafsu makan bertambah) 
  8. Diare 
  9. Gangguan reproduksi (oligomenore/amenore dan libido turun) 
  10. Mudah lelah 
  11. Pembesaran kelenjar tiroid 
  12. Sukar tidur 
  13. Rambut rontok 

Faktor Risiko 
Memiliki penyakit Graves (autoimun hipertiroidisme) atau struma multinodular toksik 

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) 
Pemeriksaan Fisik 
  1. Benjolan di leher depan 
  2. Takikardia 
  3. Demam 
  4. Exopthalmus 
  5. Tremor 

Spesifik untuk penyakit Grave
  1. Oftalmopati (spasme kelopak mata atas dengan retraksi dan gerakan kelopak mata yang lamban, eksoftalmus dengan proptosis, pembengkakan supraorbital dan infraorbital) 
  2. Edema pretibial 
  3. Kemosis, 
  4. Ulkus kornea 
  5. Dermopati 
  6. Akropaki 
  7. Bruit 

Pemeriksaan Penunjang 
  1. Darah rutin, SGOT, SGPT, gula darah sewaktu 
  2. EKG

Penegakan Diagnostik (Assessment) 
Diagnosis Klinis 
Untuk hipertiroidisme diagnosis yang tepat adalah dengan pemeriksaan konsentrasi tiroksin bebas di dalam plasma (serum free T4 & T3 meningkat dan TSH sedikit hingga tidak ada). Diagnosis tirotoksikosis sering dapat ditegakkan secara klinis melaui anamnesis dan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan laboratorium, namun untuk menilai kemajuan terapi tanpa pemeriksaan penunjang sulit dideteksi. 

Diagnosis Banding 
  1. Hipertiroidisme primer: penyakir Graves, struma multinudosa toksik, adenoma toksik, metastase karsinoma tiroid fungsional, struma ovari,mutasi reseptor TSH, kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow). 
  2. Tirotoksikosis tanpa hipotiroidisme: tiroiditis sub akut, tiroiditis silent, destruksi tiroid, (karena aminoidarone, radiasi, infark adenoma) asupan hormon tiroid berlebihan (tirotoksikosis faktisia) 
  3. Hipertiroidisme sekunder: adenoma hipofisis yang mensekresi TSH, sindrom resistensi hormon tiroid, tumor yang mensekresi HCG, tirotoksikosis gestasional. 
  4. Anxietas 

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 
Penatalaksanaan 
  1. Pemberian obat simptomatis 
  2. Propanolol dosis 40-80 mg dalam 2-4 dosis. 
  3. PTU 300-600 mg dalam 3 dosis bila klinis Graves jelas 

Rencana Tindak Lanjut 
  • Diagnosis pasti dan penatalaksanaan awal pasien tirotoksikosis dilakukan pada pelayanan kesehatan sekunder 
  • Bila kondisi stabil pengobatan dapat dilanjutkan di pelayanan primer. 

Konseling dan Edukasi 
  • Pada pasien diberikan edukasi mengenai pengenalan tanda dan gejala tirotoksikosis 
  • Anjuran kontrol dan minum obat secara teratur. 
  • Melakukan gaya hidup sehat 

Kriteria Rujukan 
Pasien dirujuk untuk penegakan diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium ke layanan sekunder. 

Peralatan 
EKG 

Prognosis 
Prognosis tergantung respon terapi, kondisi pasien serta ada tidaknya komplikasi.

Referensi 
  1. Djokomoeljanto, R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi ke 4. Jakarta: FK UI. Hal 1961-5.2006. 
  2. Panduan Pelayanan Medik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. Hal 37-41.2004.

Popular posts from this blog

Vulnus / Muskuloskeletal

Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka/vulnus. Luka tersebut dapat merusak jaringan, sehingga terganggunya fungsi tubuh serta dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Keadaan terjadinya diskontinuitas jaringan, dapat ditimbulkan oleh berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka robek (laserasi), luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi), luka tembus (penetrasi), gigitan, luka bakar, dan pembedahan. Masalah Kesehatan Vulnus No. ICPC-2 : S.16 Bruise / Contusion S.17 Abration / Scratch / Blister S.18 Laceration / Cut No. ICD-10 : T14.1 Open wound of unspecified body region Tingkat Kemampuan: a. Vulnus laceratum, punctum : 4A b. Vulnus perforatum, penetratum : 3B Etiologi  Berdasarkan mekanisme trauma, terdiri dari : Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka, misalnya : 1. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)  Pen...

Reaksi Gigitan Serangga / Penyakit Kulit / Insect Bite

Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik. Masalah Kesehatan Reaksi Gigitan Serangga No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian. Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga, namun ada pula yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang me...

Syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik dan distributif

Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel.  Karakteristik kondisi ini, yaitu:  ketergantungan suplai oksigen,  kekurangan oksigen,  Asidosis jaringan sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital dan kematian.  Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan karakteristik pola hemodinamik yang ditimbulkan, yaitu:  Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilata...

Veruka Vulgaris / Kutil / Penyakit Kulit

Kutil / Veruka vulgaris merupakan hiperplasia epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu. Sinonim penyakit ini adalah kutil atau common wart. Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Veruka ini sering dijumpai pada anak-anak dan remaja. Masalah Kesehatan Veruka Vulgaris No. ICPC-2 : S03 Warts No. ICD-10 : B07 Viral warts Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Adanya kutil pada kulit dan mukosa. Faktor Risiko 1. Biasanya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa sehat. 2. Pekerjaan yang berhubungan dengan daging mentah. 3. Imunodefisiensi. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis Papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa. Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan kuku. Apabila permukaannya rata, disebut dengan veruka Plana. Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena Koebn...

Benda asing di mata / Konjungtiva / Penyakit Mata

Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan, namun pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder. Masalah Kesehatan Benda asing di konjungtiva No. ICPC-2 : F76 Foreign body in eye No. ICD-10 : T15.9 Foreign body on external eye, part unspecified Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Faktor Risiko Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa). Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) ...