Skip to main content

Eklamsia / Kesehatan Wanita

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita pre-eklampsia, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan atau koma. Sama halnya dengan pre-eklampsia, eklampsia dapat timbul pada ante, intra, dan post partum. Eklampsia post partum umumnya hanya terjadi dalam waktu 24 jam pertama setelah persalinan. 

50-60% kejadian eklampsia terjadi dalam keadaan hamil. 30-35% kejadian eklampsia terjadi pada saat inpartu, dan sekitar 10% terjadi setelah persalinan. Pada negara berkembang kejadian ini berkisar 0,3-0,7%. Di Indonesia Pre eklampsia dan eklampsia penyebab kematian ibu berkisar 15-25%, sedangkan 45-50% menjadi penyebab kematian bayi.
589

Masalah Kesehatan 
Eklampsi 
No. ICPC-2 : W81 Toxaemia of pregnancy 
No. ICD-10 : O15.9 Eclampsia, unspecified as to time period
Tingkat Kemampuan : 3B

Hasil Anamnesis (Subjective) 
Keluhan 
Kejang yang diawali dengan gejala-gejala prodromal eklampsia, antara lain: 
  • Nyeri kepala hebat 
  • Gangguan penglihatan 
  • Muntah-muntah 
  • Nyeri ulu hati atau abdomen bagian atas 
  • Kenaikan progresif tekanan darah 

Faktor Risiko 
  1. Kondisi-kondisi yang berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskular (antara lain: diabetes melitus, hipertensi kronik, gangguan pembuluh darah dan jaringan ikat) 
  2. Sindrom antibody antiphospholipid, dan nefropati. Faktor risiko lainya dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri, dan faktor spesifik dari ibu atau ayah janin. 
  3. Riwayat preeklampsia ringan dan berat dalam kehamilan sebelumnya. 

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) 
Pemeriksaan Fisik 
  1. Pemeriksaan keadaan umum: sadar atau penurunan kesadaran Glasgow Coma Scale dan Glasgow-Pittsburg Coma Scoring System. 
  2. Pada tingkat awal atau aura yang berlangsung 30 sampai 35 detik, tangan dan kelopak mata bergetar, mata terbuka dengan pandangan kosong. 
  3. Tahap selanjutnya timbul kejang 
  4. Pemeriksaan tanda vital Adanya peningkatan tekanan darah diastol >110 mmHg 
  5. Sianosis 
  6. Skotoma penglihatan 
  7. Dapat ditemukan adanya tanda-tanda edema paru dan atau gagal jantung Pemeriksaan Penunjang Dari pemeriksaan urinalisa didapatkan proteinuria ≥ 2+ 

Penegakan Diagnostik (Assessment) 
Diagnosis Klinis 
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 

Diagnosis Banding 
Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain, oleh karena itu sebagai diagnosis banding eklampsia antara lain: Hipertensi, perdarahan otak, lesi di otak, Meningitis, Epilepsi , Kelainan metabolik 
  1. Komplikasi pada ibu: sianosis, aspirasi , pendarahan otak dan kegagalan jantung, mendadak, lidah tergigit, jatuh dari tempat tidur yang menyebabkan fraktur dan luka, gangguan fungsi ginjal, perdarahan atau ablasio retina, gangguan fungsi hati dan ikterus 
  2. Komplikasi pada janin: Asfiksia mendadak disebabkan spasme pembuluh darah, Solusio plasenta, persalinan prematuritas 

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 
Penatalaksanaan 
Perawatan dasar eklampsia yang utama adalah terapi supportif untuk stabilisasi fungsi vital, dengan pemantauan terhadap Airway, Breathing, Circulation (ABC). 

Non Medikamentosa 
Pengelolaan Kejang 
  1. Pemberian obat anti kejang. 
  2. Masukan sudap lidah ke dalam mulut penderita. 
  3. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi trendelenburg untuk mengurangi risiko aspirasi. 
  4. Katerisasi urine untuk pengukuran cairan dan pemeriksaan proteinuria. 
  5. Beberapa keluarga pasien membantu untuk menjaga pasien tidak terjatuh dari tempat tidur saat kejang timbul 
  6. Beri O2 4 - 6 liter permenit. 

Medikamentosa 
1. MgSO4 diberikan intravena dengan dosis awal 4 g (10 ml MgSO4 40%, larutkan dalam 10 ml akuades) secara perlahan selama 20 menit, jika pemberian secara intravena sulit, dapat diberikan secara IM dengan dosis 5 mg masing bokong kanan dan kiri. 

Adapun syarat pemberian MgSO4 
  1. tersedianya CaGlukonas10%
  2. ada refleks patella,
  3. jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam 
  4. frekuensi napas 12-16x/menit. 

2. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 g MgSO4 (15ml MgSO4 40%, larutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/ Ringer asetat) 28 tetes/ menit selama 6 jam dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang berakhir. 

3. Pada kondisi di mana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya, berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas kesehatan sekunder . 

4. Diazepam juga dapat dijadikan alternatif pilihan dengan dosis 10 mg IV selama 2 menit (perlahan), namun mengingat dosis yang dibutuhkan sangat tinggi dan memberi dampak pada janin, maka pemberian diazepam hanya dilakukan apabila tidak tersedia MgSO4. 

5. Stabilisasi selama proses perjalanan rujukan 
  • Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, refleks patella. 
  • Bila frekuensi pernapasan < 16 x/menit, dan/atau tidak didapatkan refleks tendon patella, danatau terdapat oliguria (produksi urin <0,5 ml/kg BB/jam), segera hentikan pemberian MgSO4. 

6. Jika terjadi depresi napas, berikan Ca glukonas 1 g IV (10 ml larutan 10%) bolus dalam 10 menit. 

Kriteria Rujukan 
Eklampsia merupakan indikasi rujukan yang wajib di lakukan. 

Peralatan 
  1. Oropharyngeal airway / Guedel 
  2. Kateter urin 
  3. Laboratorium sederhana untuk pemeriksaan urin (menilai kadar proteinuria). 
  4. Larutan MgSO4 40% 
  5. Ca Glukonas 
  6. Diazepam injeksi 
  7. Palu Prognosis Prognosis umumnya dubia ad malam baik untuk ibu maupun janin. 

Referensi 
  1. Prawirohardjo, S. Saifuddin, A.B. Rachimhadhi, T. Wiknjosastro Gulardi H. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat cetakan ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2010: Hal 550-554.(Prawirohardjo, et al., 2010) 
  2. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan.Jakarta: KementerianKesehatan RI. 2013.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)

Popular posts from this blog

Vulnus / Muskuloskeletal

Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka/vulnus. Luka tersebut dapat merusak jaringan, sehingga terganggunya fungsi tubuh serta dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Keadaan terjadinya diskontinuitas jaringan, dapat ditimbulkan oleh berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka robek (laserasi), luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi), luka tembus (penetrasi), gigitan, luka bakar, dan pembedahan. Masalah Kesehatan Vulnus No. ICPC-2 : S.16 Bruise / Contusion S.17 Abration / Scratch / Blister S.18 Laceration / Cut No. ICD-10 : T14.1 Open wound of unspecified body region Tingkat Kemampuan: a. Vulnus laceratum, punctum : 4A b. Vulnus perforatum, penetratum : 3B Etiologi  Berdasarkan mekanisme trauma, terdiri dari : Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka, misalnya : 1. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)  Pen...

Reaksi Gigitan Serangga / Penyakit Kulit / Insect Bite

Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik. Masalah Kesehatan Reaksi Gigitan Serangga No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian. Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga, namun ada pula yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang me...

Syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik dan distributif

Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel.  Karakteristik kondisi ini, yaitu:  ketergantungan suplai oksigen,  kekurangan oksigen,  Asidosis jaringan sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital dan kematian.  Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan karakteristik pola hemodinamik yang ditimbulkan, yaitu:  Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilata...

Veruka Vulgaris / Kutil / Penyakit Kulit

Kutil / Veruka vulgaris merupakan hiperplasia epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu. Sinonim penyakit ini adalah kutil atau common wart. Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Veruka ini sering dijumpai pada anak-anak dan remaja. Masalah Kesehatan Veruka Vulgaris No. ICPC-2 : S03 Warts No. ICD-10 : B07 Viral warts Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Adanya kutil pada kulit dan mukosa. Faktor Risiko 1. Biasanya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa sehat. 2. Pekerjaan yang berhubungan dengan daging mentah. 3. Imunodefisiensi. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis Papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa. Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan kuku. Apabila permukaannya rata, disebut dengan veruka Plana. Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena Koebn...

Benda asing di mata / Konjungtiva / Penyakit Mata

Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan, namun pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder. Masalah Kesehatan Benda asing di konjungtiva No. ICPC-2 : F76 Foreign body in eye No. ICD-10 : T15.9 Foreign body on external eye, part unspecified Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Faktor Risiko Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa). Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) ...