Skip to main content

Epilepsi / Penyakit Saraf / Neurologi


Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan epilepsi berulang berselang lebih dari 24 jam yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan yang dimaksud dengan bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis yang disebabkan oleh aktivitas listrik yang abnormal dan berlebihan dari sekelompok neuron di otak. 

Etiologi epilepsi: 
  1. Idiopatik: tidak terdapat lesi struktural di otak atau defisit neurologis dan diperkirakan tidak mempunyai predisposisi genetik dan umumnya berhubungan dengan usia. 
  2. Kriptogenik: dianggap simptomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini sindroma West, sindroma Lennox-Gastaut, dan epilepsi mioklonik. 
  3. Simptomatik: bangkitan epilepsi disebabkan oleh kelainan/lesi struktural pada otak, misalnya cedera kepala, infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol, obat), metabolik, kelainan neurodegeneratif.

Masalah Kesehatan
Epilepsi
No. ICPC-2 : N88 Epilepsy 
No. ICD-10 : G40.9 Epilepsy, unspecified
Tingkat Kemampuan : 3A

Hasil Anamnesis(Subjective) 
Ada tiga langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu: 
1. Langkah pertama: 
Memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal merupakan bangkitan epilepsi. Pada sebagian besar kasus, diagnosis epilepsi dapat ditegakkan berdasarkan informasi yang diperoleh dari anamnesis baik auto maupun allo-anamnesis dari orang tua maupun saksi mata yang lain. 
a. Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan
  • Keadaan penyandang saat bangkitan: duduk/ berdiri/ bebaring/ tidur/ berkemih. 
  • Gejala awitan (aura, gerakan/ sensasi awal/ speech arrest). 
  • Pola/bentuk yang tampak selama bangkitan: gerakan tonik/klonik, vokalisasi, otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat berkeringat, deviasi mata. 
  • Keadaan setelah kejadian: bingung, terjaga, nyeri kepala, tidur, gaduh gelisah, Todd’s paresis. 
  • Faktor pencetus: alkohol, kurang tidur, hormonal. 
  • Jumlah pola bangkitan satu atau lebih, atau terdapat perubahan pola bangkitan. 

b. Penyakit lain yang mungkin diderita sekarang maupun riwayat penyakit neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik maupun penyakit sistemik yang mungkin menjadi penyebab. 
c. Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antar bangkitan. 
d. Riwayat terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap terapi (dosis, kadar OAE, kombinasi terapi). 
e. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga. 
f. Riwayat keluarga dengan penyakit neurologik lain, penyakit psikitrik atau sistemik. 
g. Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi/anak. 
h. Riwayat bangkitan neonatal/kejang demam. 
i. Riwayat trauma kepala, infeksi SSP. 

2. Langkah kedua: 
apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukan bangkitan tersebut bangkitan yang mana (klasifikasi ILAE 1981). 

3. Langkah ketiga:
menentukan etiologi, sindrom epilepsi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita pasien dilakukan dengan memperhatikan klasifikasi ILAE 1989. Langkah ini penting untuk menentukan prognosis dan respon terhadap OAE (Obat Anti Epilepsi).


Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik 
Pemeriksaan fisik umum pada dasarnya adalah mengamati adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, kecanduan alkohol atau obat terlarang, kelainan pada kulit, kanker, defisit neurologik fokal. 

Pemeriksaan neurologis 
Hasil yang diperoleh dari pemeriksaan neurologik sangat tergantung dari interval antara dilakukannya pemeriksaan dengan bangkitan terakhir. 
  • Jika dilakukan pada beberapa menit atau jam setelah bangkitan maka akan tampak tanda pasca iktal terutama tanda fokal seperti todds paresis (hemiparesis setelah kejang yang terjadi sesaat), trans aphasic syndrome (afasia sesaat) yang tidak jarang dapat menjadi petunjuk lokalisasi.
  • Jika dilakukan pada beberapa waktu setelah bangkitan terakhir berlalu, sasaran utama adalah menentukan apakah ada tanda-tanda disfungsi system saraf permanen (epilepsi simptomatik) dan walaupun jarang apakah ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Pemeriksaan Penunjang Dapat dilakukan di layanan sekunder yaitu EEG, pemeriksaan pencitraan otak, pemeriksaan laboratorium lengkap dan pemeriksaan kadar OAE.

Penegakan Diagnostik (Assessment) 
Diagnosis Klinis 
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis. 

Diagnosis Banding 
Sinkop, Transient Ischemic Attack, Vertigo, Global amnesia, Tics dan gerakan involunter 

Komplikasi : -

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 
Penatalaksanaan sebagai dokter pelayanan primer, bila pasien terdiagnosis sebagai epilepsi, untuk penanganan awal pasien harus dirujuk ke dokter spesialis saraf. 

1. OAE diberikan bila: 

  • Diagnosis epilepsi sudah dipastikan 
  • Pastikan faktor pencetus dapat dihindari (alkohol, stress, kurang tidur, dan lain-lain) 
  • Terdapat minimum 2 bangkitan dalam setahun 
  • Penyandang dan atau keluarganya sudah menerima penjelasan terhadap tujuan pengobatan 
  • Penyandang dan/atau keluarganya telah diberitahu tentang kemungkinan efek samping yang timbul dari OAE 2. Terapi dimulai dengan monoterapi menggunakan OAE pilihan sesuai dengan jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi:


Obat Anti Epilepsi (OAE) pilihan sesuai dengan jenis bangkitan epilepsi
OAE
Bangkitan
Fokal
Umum sekunder
Tonik klonik
Lena
Mioklonik
Phenytoin
+
+
+
-
-
Carbamazepine
+
+
+
-
-
Valproic acid
+
+
+
+
+
Phenobarbital
+
+
+
0
?+
Gabapentin
+
+
?+
0
?-
Lamotrigine
+
+
+
+
+
Topiramate
+
+
+
?
?+
Zonisamide
+
+
?+
?+
?+
Levetiracetam
+
+
?+
?+
?+
Oxcarbazepine
+
+
+
-
-

Dosis Obat Anti Epilepsi (OAE)
OAE
Dosis Awal (mg/hr)
Dosis Rumatan (mg/hr)
Jumlah Dosis/Hr
Waktu Paruh Plasma
Waktu Steady State
Carbamazepine
400-600 mg
400-1600 mg
2-3 (untuk CR 2)
15-25 jam
2-7 hari
Titrasi Carbamazepine
Mulai 100/200 mg/hr ditingkatkan sampai target dalam 1-4 minggu
Phenytoin
200-300 mg
200-400 mg
1-2
10-80 jam
3-15 hari
Phenytoin
Mulai 100 mg/hr ditingkatkan sampai target dalam 3-7 hari
Valproic Acid
500-1000 mg
500-2500 mg
2-3 (untuk CR 1-2)
12-18 jam
2-4 hari
Titrasi Valproic Acid
Mulai 500 mg/hr ditingkatkan bila perlu setelah 7 hari
Phenobarbital
50-100 mg
50-200
1
50-170 jam
8-30 hari
Titrasi Phenobarbital
Mulai 30-50 mg malam hari ditingkatkan bila perlu setelah 10-15 hari
Clonazepam
1 mg
4 mg
1 atau 2
20-60 jam
2-10 hari
Clobazam
10 mg
10-30 mg
1-2
8-15 jam
2-4 hari
Titrasi Clobazam
Mulai 10 mg/hr bila perlu ditingkatkan sampai 20 mg/hr setelah 1-2 minggu
Oxcarbazepine
600-900 mg
600-3000 mg
2-3
8-15 jam
2-4 hari
Titrasi Oxcarbazepine
Mulai 300 mg/hr ditingkatkan sampai target dalam 1-3 minggu
Levetiracetam
1000-2000 mg
1000-3000 mg
2
6-8 jam
2 hari
Titrasi Levetiracetam
Mulai 500/1000 mg/hr bila perlu setelah 2 minggu
Topiramate
100 mg
100-400 mg
2
20-30 jam
2-5 hari
Titrasi Topiramate
Mulai 25 mg/hr ditingkatkan 25-50 mg/hr bila perlu tiap 2 minggu
Gabapentin
900-1800 mg
900-3600 mg
2-3

2 hari
Titrasi Gabapentine
Mulai 300-900 mg/hr ditingkatkan sampai target dalam 5-10 hari
Lamotrigine
50-100 mg
50-200 mg
1-2
15-35 jam
2-6 hari
Titrasi Lamotrigine
Mulai 25 mg/hr selama 2 minggu ditingkatkan sampai 50 mg/hr selama 2 minggu
Zonisamide
100-200 mg
100-400 mg
1-2
60 jam
7-10 hari
Titrasi Zonisamide
Mulai 200-400 mg/hr ditingkatkan sampai 1-2 minggu
Pregabalin
50-75 mg
50-600 mg
2-3
6,3 jam
1-2 hari

3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping. Kadar obat dalam darah ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif. Bila diduga ada perubahan farmakokinetik OAE (kehamilan, penyakit hati, penyakit ginjal, gangguan absorpsi OAE), diduga penyandang epilepsi tidak patuh pada pengobatan. Setelah pengobatan dosis regimen OAE, dilihat interaksi antar OAE atau obat lain. Pemeriksaan interaksi obat ini dilakukan rutin setiap tahun pada penggunaan phenitoin.

4. Bila pada penggunaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, maka dapat dirujuk kembali untuk mendapatkan penambahan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap (tapering off) perlahan-lahan.

5. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan di layanan sekunder atau tersier setelah terbukti tidak dapat diatasi dengan penggunaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

6. Penyandang dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi yaitu bila:

  • Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG. 
  • Pada pemeriksaan CT-Scan atau MRI Otak dijumpai lesi yang berkorelasi dengan bangkitan: meningioma, neoplasma otak, AVM, abses otak, ensephalitis herpes. 
  • Pada pemeriksaan neurologik dijumpai kelainan yang mengarah pada adanya kerusakan otak. 
  • Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung (bukan orang tua).
  • Riwayat bangkitan simptomatik. 
  • Terdapat sindrom epilepsi yang berisiko tinggi seperti JME (Juvenile Myoclonic Epilepsi). 
  • Riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran, stroke, infeksi SSP. 
  • Bangkitan pertama berupa status epileptikus. Namun hal ini dapat dilakukan di pelayanan kesehatan sekunder 


7. Efek samping perlu diperhatikan, demikian pula halnya dengan interaksi farmakokinetik antar OAE.

Efek samping Obat Anti Epilepsi (OAE)
Obat
Efek Samping Mengancam Jiwa
Efek Samping Minor
Carbamazepine
Anemia aplastik, hepato-toksitas, sindrom Steven-Johnson, Lupus like syndrome.
Dizziness, ataksia, diplopia, mual, kelelahan, agranulo-sitosis, leukopeni, trombo-sitopeni, hiponatremia, ruam, gangguan perilaku, tiks, peningkatan berat badan, disfungsi seksual, disfungi hormon tiroid, neuropati perifer.
Phenytoin
Anemia aplastik, gangguan fungsi hati, sindrom Steven Johnson, lupus like syndrome, pseudolymphoma.
Hipertrofi gusi, hirsutisme, ataksia, nistagmus, diplopia, ruam, anoreksia, mual, makroxytosis, neuropati perifer, agranu-lositosis, trombositopenia, disfungsi seksual, disfungsi serebelar, penurunan ab-sorpsi kalsium pada usus.
Phenobarbital
Hepatotoksik, gangguan jaringan ikat dan sum-sum tulang, sindrom steven Johnson.
Mengantuk ataksia, nistag-mus, ruam kulit, depresi, hiperaktif (pada anak), gangguan belajar (pada anak), disfungsi seksual.
Valproate Acid
Hepatotoksik, hiperamonemia, leukopeni, trombositopenia, pancreatitis.
Mual, muntah, rambut menipis, tremor, amenore, peningkatan berat badan, konstipasi, hirsutisme, alo-pesia pada perempuan, Polycystic Ovary Syndrome (POS).
Levetiracetam
Belum diketahui.
Mual, nyeri kepala, dizziness, kelemahan, me-ngantuk, gangguan peri-laku, agitasi, anxietas, trombositopenia, leukopenia.
Gabapentin
Teratogenik.
Somnolen, kelelahan, ataksia, dizziness, peningkatan berat badan, gangguan perilaku (pada anak)
Lamotrigine
Syndrome steven Johnson, gangguan hepar akut,
Ruam, dizziness, tremor, ataksia, diplopia, pandang-an
Oxcarbazepine
Ruam, teratogenik.
Dizzines, ataksia, nyeri kepala, mual, kelelahan, hiponatremia, insomnia, tremor, disfungsi vital.
Topiramate
Batu Ginjal, hipohidrosis, gangguan fungsi hati, teratogenik
Gangguan kognitif, kesulitan menemukan kata, dizziness, ataksia, nyeri kepala, kelelahan, mual, penurunan berat badan, paresthesia, glaucoma
Zonisamide
Batu ginjal, hipohidrosis, anemia aplastik, skin rash
Mual, nyeri kepala, dizziness, kelelahan, paresthesia, ruam, gangguan berbahasa, glaucoma, letargi, ataksia
Pregabalin
Belum diketahui
Peningkatan berat badan

8. Strategi untuk mencegah efek samping: 

  • Mulai pengobatan dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian pemberian terapi 
  • Pilih OAE yang paling cocok untuk karakteristik penyandang 
  • Gunakan titrasi dengan dosis terkecil dan rumatan terkecil mengacu pada sindrom epilepsi dan karaktersitik penyandang epilepsi 



9. OAE dapat dihentikan pada keadaan:

  • Setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan. 
  • Gambaran EEG normal. 
  • Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan. 
  • Bila digunakan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan utama. 
  • Keputusan untuk menghentikan OAE dilakukan pada tingkat pelayanan sekunder/tersier. 

10. Kekambuhan setelah penghentian OAE akan lebih besar kemungkinannya pada keadaan sebagai berikut:

  • Semakin tua usia, kemungkinan kekambuhan semakin tinggi. 
  • Epilepsi simptomatik. 
  • Gambaran EEG abnormal. 
  • Semakin lama adanya bangkitan sebelum dapat dikendalikan. 
  • Penggunaan lebih dari satu OAE.
  • Mendapatkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi. 
  • Mendapat terapi setelah 10 tahun. 

Kriteria Rujukan 
Setelah diagnosis epilepsi ditegakkan maka pasien segera dirujuk ke pelayanan sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf.

Peralatan 
Tersedia Obat Anti Epilepsi

Konseling dan Edukasi
1. Penting untuk memberi informasi kepada keluarga bahwa penyakit ini tidak menular 2. Kontrol pengobatan merupakan hal penting bagi penderita 3. Pendampingan terhadap pasien epilipesi utamanya anak-anak perlu pendampingan sehingga lingkungan dapat menerima dengan baik 4. Pasien epilepsi dapat beraktifitas dengan baik Dilakukan untuk individu dan keluarga

Prognosis
Prognosis umumnya bonam, tergantung klasifikasi epilepsi yang dideritanya, sedangkan serangan epilepsi dapat berulang, tergantung kontrol terapi dari pasien.

Referensi
Kelompok Studi Epilepsi. Pedoman Tatalaksana Epilepsi, Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2012. (Kelompok Studi Epilepsi, 2012)


Popular posts from this blog

Vulnus / Muskuloskeletal

Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka/vulnus. Luka tersebut dapat merusak jaringan, sehingga terganggunya fungsi tubuh serta dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Keadaan terjadinya diskontinuitas jaringan, dapat ditimbulkan oleh berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka robek (laserasi), luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi), luka tembus (penetrasi), gigitan, luka bakar, dan pembedahan. Masalah Kesehatan Vulnus No. ICPC-2 : S.16 Bruise / Contusion S.17 Abration / Scratch / Blister S.18 Laceration / Cut No. ICD-10 : T14.1 Open wound of unspecified body region Tingkat Kemampuan: a. Vulnus laceratum, punctum : 4A b. Vulnus perforatum, penetratum : 3B Etiologi  Berdasarkan mekanisme trauma, terdiri dari : Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka, misalnya : 1. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)  Pen...

Reaksi Gigitan Serangga / Penyakit Kulit / Insect Bite

Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik. Masalah Kesehatan Reaksi Gigitan Serangga No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian. Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga, namun ada pula yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang me...

Syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik dan distributif

Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel.  Karakteristik kondisi ini, yaitu:  ketergantungan suplai oksigen,  kekurangan oksigen,  Asidosis jaringan sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital dan kematian.  Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan karakteristik pola hemodinamik yang ditimbulkan, yaitu:  Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilata...

Veruka Vulgaris / Kutil / Penyakit Kulit

Kutil / Veruka vulgaris merupakan hiperplasia epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu. Sinonim penyakit ini adalah kutil atau common wart. Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Veruka ini sering dijumpai pada anak-anak dan remaja. Masalah Kesehatan Veruka Vulgaris No. ICPC-2 : S03 Warts No. ICD-10 : B07 Viral warts Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Adanya kutil pada kulit dan mukosa. Faktor Risiko 1. Biasanya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa sehat. 2. Pekerjaan yang berhubungan dengan daging mentah. 3. Imunodefisiensi. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis Papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa. Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan kuku. Apabila permukaannya rata, disebut dengan veruka Plana. Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena Koebn...

Benda asing di mata / Konjungtiva / Penyakit Mata

Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan, namun pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder. Masalah Kesehatan Benda asing di konjungtiva No. ICPC-2 : F76 Foreign body in eye No. ICD-10 : T15.9 Foreign body on external eye, part unspecified Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Faktor Risiko Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa). Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) ...