Skip to main content

Hipertensi Esensial / Penyakit Kardiovaskuler


Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyababnya. Hipertensi menjadi masalah karena meningkatnya prevalensi, masih banyak pasien yang belum mendapat pengobatan, maupun yang telah mendapat terapi tetapi target tekanan darah belum tercapai serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.

Masalah Kesehatan
Hipertensi Esensial
No ICPC-2 : K86 Hypertension uncomplicated
No ICD-10 : I10 Essential (primary) hypertension
Tingkat Kemampuan : 4A

Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Mulai dari tidak bergejala sampai dengan bergejala. Keluhan hipertensi antara lain:

  • Sakit atau nyeri kepala
  • Gelisah
  • Jantung berdebar-debar
  • Pusing
  • Leher kaku
  • Penglihatan kabur
  • Rasa sakit di dada

Keluhan tidak spesifik antara lain tidak nyaman kepala, mudah lelah dan impotensi.

Faktor Risiko
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
  • Umur
  • Jenis kelamin
  • Riwayat hipertensi dan penyakit kardiovaskular dalam keluarga.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:
  • Riwayat pola makan (konsumsi garam berlebihan)
  • Konsumsi alkohol berlebihan
  • Aktivitas fisik kurang
  • Kebiasaan merokok
  • Obesitas
  • Dislipidemia
  • Diabetus Melitus
  • Psikososial dan stres
Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Pemeriksaan Fisik
  1. Pasien tampak sehat, dapat terlihat sakit ringan-berat bila terjadi komplikasi hipertensi ke organ lain.
  2. Tekanan darah meningkat sesuai kriteria JNC VII.
  3. Pada pasien dengan hipertensi, wajib diperiksa status neurologis dan pemeriksaan fisik jantung (tekanan vena jugular, batas jantung, dan ronki).
Pemeriksaan Penunjang
  1. Laboratorium. Urinalisis (proteinuria), tes gula darah, profil lipid, ureum, kreatinin
  2. X ray thoraks
  3. EKG
  4. Funduskopi
Penegakan Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Klasifikasi tekanan darah berdasarkan
Joint National Committee VII (JNC VII)
Klasifikasi
TD Sistolik
TD Diastolik
Normal
< 120 mmHg
< 80 mm Hg
Pre-Hipertensi
120-139 mmHg
80-89 mmHg
Hipertensi stage -1
140-159 mmHg
80-99 mmHg
Hipertensi stage -2
≥ 160 mmHg
≥ 100 mmHg

Diagnosis Banding
White collar hypertension, Nyeri akibat tekanan intraserebral, Ensefalitis

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Penatalaksanaan
Peningkatan tekanan darah dapat dikontrol dengan perubahan gaya hidup dan terapi farmakologis.

Modifikasi gaya hidup untuk hipertensi
Modifikasi
Rekomendasi
Rerata penurunan TDS
Penurunan berat badan
Jaga berat badan ideal (BMI: 18,5 - 24,9 kg/m2)
5 – 20 mmHg/ 10 kg
Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH)
Diet kaya buah, sayuran, produk rendah lemak dengan jumlah lemak total dan lemak jenuh yang rendah
8 – 14 mmHg
Pembatasan asupan natrium
Kurangi hingga <100 mmol per hari (2.0 g natrium atau 6.5 g natrium klorida atau 1 sendok teh garam perhari)
2 – 8 mmHg
Aktivitas fisik aerobic
Aktivitas fisik aerobik yang teratur (mis: jalan cepat) 30 menit sehari, hampir setiap hari dalam seminggu
4 – 9 mmHg
Stop alkohol

2 – 4 mmHg

1. Hipertensi tanpa compelling indication
  1. Hipertensi stage 1 dapat diberikan diuretik (HCT 12.5-50 mg/hari, atau pemberian penghambat ACE (captopril 3x12,5-50 mg/hari), atau nifedipin long acting 30-60 mg/hari) atau kombinasi.
  2. Hipertensi stage 2. Bila target terapi tidak tercapai setelah observasi selama 2 minggu, dapat diberikan kombinasi 2 obat, biasanya golongan diuretik, tiazid dan penghambat ACE atau penyekat reseptor beta atau penghambat kalsium.
  3. Pemilihan anti hipertensi didasarkan ada tidaknya kontraindikasi dari masing-masing antihipertensi di atas. Sebaiknya pilih obat hipertensi yang diminum sekali sehari atau maksimum 2 kali sehari. Bila target tidak tercapai maka dilakukan optimalisasi dosis atau ditambahkan obat lain sampai target tekanan darah tercapai

Obat yang direkomendasikan untuk hipertensi
Indikasi khusus
Obat yang direkomendasikan


Diuretik
Penyekat beta BB)
Peng hambat ACE (ACEi)
Antagonis reseptor Blocker (ARB)
Penghambat kanal kalsium (CCB)
Antagonis aldosteron

Gagal jantung


Paska infark miokard akut




Risiko tinggi penyakit coroner



DM


Penyakit ginjal kronik





Pencegahan
stroke berulang






2. Kondisi khusus lain
a. Lanjut Usia

  • Diuretik (tiazid) mulai dosis rendah 12,5 mg/hari.
  • Obat hipertensi lain mempertimbangkan penyakit penyerta.

b. Kehamilan

  • Golongan metildopa, penyekat reseptor β, antagonis kalsium, vasodilator.
  • Penghambat ACE dan antagonis reseptor AII tidak boleh digunakan selama kehamilan.

Komplikasi

  • Hipertrofi ventrikel kiri
  • Proteinurea dan gangguan fungsi ginjal
  • Aterosklerosis pembuluh darah
  • Retinopati
  • Stroke atau TIA
  • Gangguan jantung, misalnya infark miokard, angina pektoris, serta gagal jantung


Konseling dan Edukasi

  1. Edukasi tentang cara minum obat di rumah, perbedaan antara obat-obatan yang harus diminum untuk jangka panjang (misalnya untuk mengontrol tekanan darah) dan pemakaian jangka pendek untuk menghilangkan gejala (misalnya untuk mengatasi mengi), cara kerja tiap-tiap obat, dosis yang digunakan untuk tiap obat dan berapa kali minum sehari.
  2. Pemberian obat anti hipertensi merupakan pengobatan jangka panjang. Kontrol pengobatan dilakukan setiap 2 minggu atau 1 bulan untuk mengoptimalkan hasil pengobatan.
  3. Penjelasan penting lainnya adalah tentang pentingnya menjaga kecukupan pasokan obat-obatan dan minum obat teratur seperti yang disarankan meskipun tak ada gejala.
  4. Individu dan keluarga perlu diinformasikan juga agar melakukan pengukuran kadar gula darah, tekanan darah dan periksa urin secara teratur. Pemeriksaan komplikasi hipertensi dilakukan setiap 6 bulan atau minimal 1 tahun sekali.

Kriteria Rujukan

  1. Hipertensi dengan komplikasi
  2. Resistensi hipertensi
  3. Hipertensi emergensi (hipertensi dengan tekanan darah sistole >180)

Peralatan

  1. Laboratorium untuk melakukan pemeriksaan urinalisis dan glukosa
  2. EKG
  3. Radiologi (X ray thoraks)

Prognosis
Prognosis umumnya bonam apabila terkontrol.

Referensi
Direktorat Penyakit Tidak Menular. Buku Pedoman Pengendalian Hipertensi. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2013. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013)


Popular posts from this blog

Benda asing di mata / Konjungtiva / Penyakit Mata

Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan, namun pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder. Masalah Kesehatan Benda asing di konjungtiva No. ICPC-2 : F76 Foreign body in eye No. ICD-10 : T15.9 Foreign body on external eye, part unspecified Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Faktor Risiko Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa). Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Lipoma / Tumor Jinak / Muskuloskeletal

Lipoma adalah suatu tumor (benjolan) jinak yang berada di bawah kulit yang terdiri dari lemak. Biasanya lipoma dijumpai pada usia lanjut (40-60 tahun), namun juga dapat dijumpai pada anak-anak. Lipoma kebanyakan berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari diameter 6 cm. Masalah Kesehatan  Lipoma  No. ICPC-2 : S78 Lipoma No.ICD-10 : D17.9 Benign lipomatous neoplasm Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis  Keluhan Benjolan di kulit tanpa disertai nyeri. Biasanya tanpa gejala apa-apa (asimptomatik). Hanya dikeluhkan timbulnya benjolan yang membesar perlahan dalam waktu yang lama. Bisa menimbulkan gejala nyeri jika tumbuh dengan menekan saraf. Untuk tempat predileksi seperti di leher bisa menimbulkan keluhan menelan dan sesak. Faktor Risiko  Adiposisdolorosis  Riwayat keluarga dengan lipoma  Sindrom Gardner Usia menengah dan usia lanjut Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)  Pemeriksaan Fisik Patologis Keadaan Umum : ta

Takikardi / Penyakit Kardiovaskuler

Takikardi adalah suatu kondisi dimana denyut jantung istirahat seseorang secara abnormal lebih dari 100 kali per menit. Sedangkan supraventikular takikardi (SVT) adalah takikardi yang berasal dari sumber di atas ventrikel (atrium atau AV junction), dengan ciri gelombang QRS sempit (< 0,12ms) dan frekuensi lebih dari 150 kali per menit. Ventrikular Takikardi (VT) adalah takikardi yang berasal dari ventrikel, dengan ciri gelombang QRS lebar (> 0,12ms) dan frekuensi biasanya lebih dari 150 kali per menit. VT ini bisa menimbulkan gangguan hemodinamik yang memerlukan tindakan resusitasi. Masalah Kesehatan Takikardia No. ICPC-2 : K79 Paroxysmal Tachicardy No. ICD-10 : R00.0 Tachicardy Unspecified I47.1 Supraventicular Tachicardy I47.2 Ventricular Tachicardy Tingkat Kemampuan : 3B Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Gejala utama meliputi: Palpitasi  Sesak napas  Mudah lelah  Nyeri atau rasa tidak nyaman di dada  Denyut jantung istirahat lebih dari 100 ka

Artritis, Osteoartritis / Muskuloskeletal

Penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Pasien sering datang berobat pada saat sudah ada deformitas sendi yang bersifat permanen. Masalah Kesehatan Artritis, Osteoartritis No. ICPC-2 : L91 Osteoarthrosis other No. ICD-10 : M19.9 Osteoarthrosis other Tingkat Kemampuan : 3A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Nyeri sendi Hambatan gerakan sendi Kaku pagi Krepitasi Pembesaran sendi Perubahan gaya berjalan Faktor Risiko Usia > 60 tahun Wanita, usia >50 tahun atau menopouse Kegemukan/ obesitas Pekerja berat dengen penggunaan satu sendi terus menerus Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis Hambatan gerak Krepitasi Pembengkakan sendi yang seringkali asimetris Tanda-tanda peradangan sendi Deformitas sendi yang permanen Perubahan gaya berjalan Pemeriksaan Penunjang Radiografi Penegakan Diagnosis (Assessment) Diagnosis Klinis Diagnosis ditegakka

Reaksi Gigitan Serangga / Penyakit Kulit / Insect Bite

Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik. Masalah Kesehatan Reaksi Gigitan Serangga No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian. Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga, namun ada pula yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang me