Skip to main content

Penyakit Paru Obstruktif Kronis / Penyakit Saluran Napas / Respirasi

PPOK adalah penyakit paru kronik yang dapat dicegah dan diobati, dikarakteristikkan dengan hambatan aliran udara yang persisten, progresif dan berhubungan dengan peningkatan respons inflamasi kronis di paru terhadap partikel dan gas berbahaya. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi terhadap keseluruhan keparahan tiap individu. Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan masing-masing 6,7 persen. PPOK lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan dan lebih tinggi di perdesaan dibanding perkotaan. Prevalensi PPOK cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah dan kuintil indeks kepemilikan terbawah.

Masalah Kesehatan
PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
No. ICPC-2 : R95 Chronic Obstructive Pulmonary Diseases
No. ICD-10 : J44.9 Chronic Obstructive Pulmonary Diseases unspecified
Tingkat Kemampuan : 4A


Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
  • Sesak napas 
  • Kadang-kadang disertai mengi 
  • Batuk kering atau dengan dahak yang produktif 
  • Rasa berat di dada 
Faktor risiko
  1. Genetik 
  2. Pajanan partikel: Asap rokok, Debu kerja, organik dan inorganik, Polusi udara dalam rumah dari pemanas atau biomassa rumah tangga dengan ventilasi yang buruk, Polusi udara bebas 
  3. Pertumbuhan dan perkembangan paru 
  4. Stres oksidatif 
  5. Jenis kelamin 
  6. Umur 
  7. Infeksi paru 
  8. Status sosial-ekonomi 
  9. Nutrisi. 
  10. Komorbiditas
Penilaian severitas gejala 
Penilaian dapat dilakukan dengan kuesioner COPD Assesment Test (CAT) yang terdiri atas 8 pertanyaan untuk mengukur pengaruh PPOK terhadap status kesehatan pasien.

Hasil Pemeriksaan Fisis dan Penunjang Sederhana (Objective) 
Pemeriksaan fisik 
Inspeksi
  • Sianosis sentral pada membran mukosa mungkin ditemukan
  • Abnormalitas dinding dada yang menunjukkan hiper inflasi paru termasuk iga yang tampak horizontal, barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) dan abdomen yang menonjol keluar
  • Hemidiafragma mendatar 
  • Laju respirasi istirahat meningkat lebih dari 20 kali/menit dan pola napas lebih dangkal 
  • Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu), laju ekspirasi lebih lambat memungkinkan pengosongan paru yang lebih efisien 
  • Penggunaan otot bantu napas adalah indikasi gangguan pernapasan
  • Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema tungkai 
Palpasi dan Perkusi
  • Sering tidak ditemukan kelainan pada PPOK
  • Irama jantung di apeks mungkin sulit ditemukan karena hiperinflasi paru
  • Hiperinflasi menyebabkan hati letak rendah dan mudah di palpasi 
Auskultasi
  • Pasien dengan PPOK sering mengalami penurunan suara napas tapi tidak spesifik untuk PPOK 
  • Mengi selama pernapasan biasa menunjukkan keterbatasan aliran udara. Tetapi mengi yang hanya terdengar setelah ekspirasi paksa tidak spesifik untuk PPOK 
  • Ronki basah kasar saat inspirasi dapat ditemukan 
  • Bunyi jantung terdengar lebih keras di area xiphoideus
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah uji jalan 6 menit yang dimodifikasi. Untuk di Puskesmas dengan sarana terbatas, evaluasi yang dapat digunakan adalah keluhan lelah yang timbul atau bertambah sesak. 
Pemeriksaan-pemeriksaan ini dapat dilakukan bila fasilitas tersedia: 
  1. Spirometri 
  2. Peak flow meter (arus puncak respirasi) 
  3. Pulse oxymetry 
  4. Analisis gas darah 
  5. Foto toraks 
  6. Pemeriksaan darah rutin (Hb, Ht, leukosit, trombosit)

Penegakan Diagnostik (Assessment) 
Diagnosis Klinis 
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.

Indikator Kunci Untuk Mendiagnosis PPOK
Gejala
Keterangan
Sesak
Progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu)
Bertambah berat dengan aktivitas
Persisten (menetap sepanjang hari)
Pasien mengeluh, “Perlu usaha untuk bernapas”
Berat, sukar bernapas, terengah-engah
Batuk kronik
Hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
Batuk kronik berdahak
Setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan PPOK
Riwayat terpajan faktor risiko
Asap rokok
Debu
Bahan kimia di tempat kerja
Asap dapur
Riwayat Keluarga


Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Tujuan penatalaksanaan di Puskesmas: 
  1. Mengurangi laju beratnya penyakit 
  2. Mempertahankan PPOK yang stabil 
  3. Mengatasi eksaserbasi ringan 
  4. Merujuk ke spesialis paru atau rumah sakit 
Penatalaksanaan PPOK stabil 
  1. Obat-obatan dengan tujuan mengurangi laju beratnya penyakit dan mempertahankan keadaan stabil.
  2. Bronkodilator dalam bentuk oral, kombinasi golongan β2 agonis (salbutamol) dengan golongan xantin (aminofilin dan teofilin). Masing-masing dalam dosis suboptimal, sesuai dengan berat badan dan beratnya penyakit. Untuk dosis pemeliharaan, aminofilin/teofilin 100-150 mg kombinasi dengn salbutamol 1 mg. 
  3. Kortikosteroid digunakan dalam bentuk inhalasi, bila tersedia. 
  4. Ekspektoran dengan obat batuk hitam (OBH) 
  5. Mukolitik (ambroxol) dapat diberikan bila sputum mukoid. 
Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi 
  1. Oksigen (bila tersedia) 
  2. Bronkodilator Pada kondisi eksaserbasi, dosis dan atau frekuensi bronkodilator kerja pendek ditingkatkan dan dikombinasikan dengan antikolinergik. Bronkodilator yang disarankan adalah dalam sediaan inhalasi. Jika tidak tersedia, obat dapat diberikan secara injeksi, subkutan, intravena atau perdrip, misalnya: Adrenalin 0, 3 mg subkutan, digunakan dengan hati-hati Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran) harus perlahan (10 menit) utk menghindari efek samping.dilanjutkan dengan perdrip 0,5-0,8 mg/kgBB/jam. 
  3. Kortikosteroid diberikan dalam dosis 30 mg/hari diberikan maksimal selama 2 minggu. Pemberian selama 2 minggu tidak perlu tapering off. 
  4. Antibiotik yang tersedia di Puskesmas 
  5. Pada kondisi telah terjadi kor pulmonale, dapat diberikan diuretik dan perlu berhati-hati dalam pemberian cairan. 
Konseling dan Edukasi 
  1. Edukasi ditujukan untuk mencegah penyakit bertambah berat dengan cara menggunakan obat-obatan yang tersedia dengan tepat, menyesuaikan keterbatasan aktivitas serta mencegah eksaserbasi. 
  2. Pengurangan pajanan faktor risiko 
  3. Berhenti merokok 
  4. Keseimbangan nutrisi antara protein lemak dan karbohidrat, dapat diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. 
  5. Rehabilitasi a. Latihan bernapas dengan pursed lip breathing b. Latihan ekspektorasi c. Latihan otot pernapasan dan ekstremitas 
  6. Terapi oksigen jangka panjang 
Kriteria Rujukan: 
  1. Untuk memastikan diagnosis dan menentukan derajat PPOK 
  2. PPOK eksaserbasi 
  3. Rujukan penatalaksanaan jangka panjang
Peralatan
  1. Spirometer 
  2. Peak flow meter 
  3. Pulse oxymeter 
  4. Tabung oksigen 
  5. Kanul hidung 
  6. Sungkup sederhana 
  7. Sungkup inhalasi 
  8. Nebulizer 
  9. Laboratorium untuk pemeriksaan darah rutin
Prognosis
Ad vitam : Dubia
Ad functionam : Dubia
Ad sanationam : Dubia

Referensi
  1. Perhimpunan dokter paru Indonesia. Penyakit paru obstruktif kronik. Diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta. 2011.(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011)
  2. Global strategy for the diagnosis, management and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. GOLD, Inc. 2013.(GLobal Initiatives for COPD, 2013)
  3. Global strategy for the diagnosis, management and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. GOLD, Inc. 2006.(Global Initiatives for COPD, 2006)

Popular posts from this blog

Vulnus / Muskuloskeletal

Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka/vulnus. Luka tersebut dapat merusak jaringan, sehingga terganggunya fungsi tubuh serta dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Keadaan terjadinya diskontinuitas jaringan, dapat ditimbulkan oleh berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka robek (laserasi), luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi), luka tembus (penetrasi), gigitan, luka bakar, dan pembedahan. Masalah Kesehatan Vulnus No. ICPC-2 : S.16 Bruise / Contusion S.17 Abration / Scratch / Blister S.18 Laceration / Cut No. ICD-10 : T14.1 Open wound of unspecified body region Tingkat Kemampuan: a. Vulnus laceratum, punctum : 4A b. Vulnus perforatum, penetratum : 3B Etiologi  Berdasarkan mekanisme trauma, terdiri dari : Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka, misalnya : 1. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)  Pen...

Reaksi Gigitan Serangga / Penyakit Kulit / Insect Bite

Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik. Masalah Kesehatan Reaksi Gigitan Serangga No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian. Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga, namun ada pula yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang me...

Syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik dan distributif

Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel.  Karakteristik kondisi ini, yaitu:  ketergantungan suplai oksigen,  kekurangan oksigen,  Asidosis jaringan sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital dan kematian.  Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan karakteristik pola hemodinamik yang ditimbulkan, yaitu:  Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilata...

Veruka Vulgaris / Kutil / Penyakit Kulit

Kutil / Veruka vulgaris merupakan hiperplasia epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu. Sinonim penyakit ini adalah kutil atau common wart. Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Veruka ini sering dijumpai pada anak-anak dan remaja. Masalah Kesehatan Veruka Vulgaris No. ICPC-2 : S03 Warts No. ICD-10 : B07 Viral warts Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Adanya kutil pada kulit dan mukosa. Faktor Risiko 1. Biasanya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa sehat. 2. Pekerjaan yang berhubungan dengan daging mentah. 3. Imunodefisiensi. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis Papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa. Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan kuku. Apabila permukaannya rata, disebut dengan veruka Plana. Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena Koebn...

Benda asing di mata / Konjungtiva / Penyakit Mata

Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan, namun pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder. Masalah Kesehatan Benda asing di konjungtiva No. ICPC-2 : F76 Foreign body in eye No. ICD-10 : T15.9 Foreign body on external eye, part unspecified Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Faktor Risiko Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa). Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) ...