Skip to main content

Ruptur Perineum Tingkat 1-2 / Kesehatan Wanita

Ruptur perineum adalah suatu kondisi robeknya perineum yang terjadi pada persalinan pervaginam. Diperkirakan lebih dari 85% wanita yang melahirkan pervaginam mengalami ruptur perineum spontan, yang 60% - 70% di antaranya membutuhkan penjahitan (Sleep dkk, 1984; McCandlish dkk,1998). Angka morbiditas meningkat seiring dengan peningkatan derajat ruptur. 

Masalah Kesehatan 
Ruptur Perineum Tingkat 1-2
No. ICPC-2 : W92 Complicated labour/delivery livebirth 
No. ICD-10 : O70.0 First degree perineal laceration during delivery
Tingkat Kemampuan : 4A

Hasil Anamnesis (Subjective) 
Gejala Klinis 
Perdarahan pervaginam 

Etiologi dan Faktor Risiko 
Ruptur perineum umumnya terjadi pada persalinan, dimana: 
  1. Kepala janin terlalu cepat lahir 
  2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
  3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut 
  4. Pada persalinan dengan distosia bahu 
  5. Partus pervaginam dengan tindakan Pada literatur lain dikatakan faktor risiko ruptur perineum.

Faktor resiko rupture perineum
Known risk factors

  • Nulipara
  • Makrosomia
  • Persalinan dengan instrumen terutama forsep
  • Malpresentasi
  • Malposisi seperti oksiput posterior
  • Distosia bahu 
  • Ruptur perineum sebelumnya 
  • Lingkar kepala yang lebih besar

Suggested risk factors
  • Peningkatan usia
  • Etnis
  • Status nutrisi
  • Analgesia epidural

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) 
Pemeriksaan fisik 
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya: 
  • Robekan pada perineum, 
  • Perdarahan yang bersifat arterial atau yang bersifat merembes, 
  • Pemeriksaan colok dubur, untuk menilai derajat robekan perineum 

Pemeriksaan Penunjang: - 

Penegakan Diagnostik (Assessment) 
Diagnosis Klinis 
Diagnosis dapat ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan. 

Klasifikasi ruptur perineum dibagi menjadi 4 derajat: 
A. Derajat I 
Robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum. Biasa tidak perlu dilakukan penjahitan. 

B. Derajat II 
Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot perinea transversalis, tetapi tidak melibatkan kerusakan otot sfingter ani. 

C. Derajat III 
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dengan pembagian sebagai berikut: 
  • IIIa. Robekan < 50% sfingter ani eksterna 
  • IIIb. Robekan > 50% sfingter ani ekterna
  • IIIc. Robekan juga meliputi sfingter ani interna

D. Derajat IV 
Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rektum

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) 
Penatalaksanaan 

Non Medikamentosa 
  1. Menghindari atau mengurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul didahului oleh kepala janin dengan cepat. 
  2. Kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan dalam tengkorak janin, dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama.

Medikamentosa 
Penatalaksanaan farmakologis Dosis tunggal sefalosporin golongan II atau III dapat diberikan intravena sebelum perbaikan dilakukan (untuk ruptur perineum yang berat). 

Manajemen Ruptur Perineum:
a. Alat-alat yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan jalan lahir
  • Retractor Weislander’s
  • Forceps gigi (fine & strong)
  • Needle holder (small and large)
  • Forceps Allis (4)
  • Forceps arteri (6)
  • Gunting Mitzembaum
  • Gunting pemotong jahitan
  • Spekulum Sims
  • Retraktor dinding samping dalam vagina
  • Forceps pemegang kasa

b. bahan-bahan yang diperlukan untuk perbaikan jalan lahir.
  • Tampon
  • Kapas besar
  • Povidon Iodine
  • Lidocain 1% (untuk ruptur perineumderajat I-II)
  • Benang catgut / Asam poliglikolik (Dexon, David&Geck Ltd, UK) / Poliglaktin 910 (Vicryl, Ethicon Ltd, Edinburgh, UK) 
Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk meminimalisir risiko perdarahan, edema, dan infeksi. Manajemen ruptur perineum untuk masing-masing derajatnya, antara lain sebagai berikut :

Robekan perineum derajat 1
Robekan tingkat I mengenai mukosa vagina dan jaringan ikat, tidak perlu dilakukan penjahitan.

Penjahitan robekan perineum derajat 2
  1. Siapkan alat dan bahan.
  2. Pastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap Lignokain atau obat-obatan sejenis
  3. Suntikan 10 ml Lignokain 0.5% di bawah mukosa vagina, di bawah kulit perineum dan pada otot-otot perineum. Masukan jarum pads ujung laserasi dorong masuk sepanjang luka mengikuti garis tempat jarum jahitnya akan masuk atau keluar.
  4. Tunggu 2 menit. Kemudian area dengan forsep hingga pasien tidak merasakan nyeri.
  5. Jahit mukosa vagina secara jelujur dengan benang 2-0, lihat ke dalam luka untuk mengetahui letak ototnya (penting untuk menjahit otot ke otot agar tidak ada rongga di dalamnya).
  6. Carilah lapisan subkutis persis dibawah lapisan kulit, lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali keatas vagina, akhiri dengan simpul mati pada bagian dalam vagina.
  7. Potong kedua ujung benang dan hanya sisakan masing-masing 1 cm.
  8. Jika robekan cukup luas dan dalam, lakukan colok dubur dan pastikan tidak ada bagian rektum terjahit.

CATATAN: Aspirasi penting untuk meyakinkan suntikan lidokain tidak masuk dalam pembuluh darah. Jika ada darah pada aspirasi, pindahkan jarum ke tempat lain. Aspirasi kembali. Kejang dan kematian dapat terjadi jika lignokain diberikan lewat pembuluh darah (intravena)
Penjahitan Mukosa
Penjahitan Otot
Penjahitan Kulit

Penjahitan robekan perineum derajat 3
  1. Perbaikan robekan harus dilakukan hanya oleh dokter yang sudah dilatih secara formal (atau dalam supervisi) mengenai perbaikan sfingter ani primer. Perbaikan harus dilakukan di kamar operasi dengan pencahayaan yang baik, peralatan yang memadai, dan kondisi aseptik. Anestesi umum atau regional (spinal, epidural, kaudal) menjadi analgesik dan pelemas otot yang bermanfaat dalam evaluasi luasnya robekan.  Luasnya robekan harus dievaluasi melalui pemeriksaan vagina dan rektal yang berhati-hati.  Jika terdapat kebingungan dalam menentukan derajat trauma maka derajat yang lebih tinggi yang harus dipilih. Pada kasus yang jarang ditemui, tipe robekan "buttonhole" terisolasi dapat terjadi di rektum tanpa menyebabkan kerusakan sfingter ani.
  2. Diperbaiki secara transvaginal menggunakan jahitan interrupted dengan benang Vicryl.
  3. Untuk mengurangi risiko fistula rektovaginal persisten, selapis jaringan perlu disisipkan diantara rektum dan vagina. (Dengan aproksimasi fasia rektovaginal).
  4. Kolostomi diindikasikan hanya jika terdapat robekan besar yang mencapai dasar pelvis atau terdapat kontaminasi feses pada luka. 

Penjahitan robekan perineum derajat 4
1. Epitel ani yang mengalami robekan diperbaiki dengan jahitan interrupted menggunakan benang Vicryl 3/0 dan disimpul di dalam lumen ani. Perbaikan epitel ani secara subkutikular melalui pendekatan transvaginal juga diketahui memiliki keefektifan yang sama jika simpul terminalnya terikat dengan baik.

2. Otot sfingter diperbaiki dengan 3/0 PDS dyed sutures.
  • Benang monofilamen dipercaya dapat mengurangi risiko infeksi dibandingkan dengan benang braided.
  • Benang monofilamen non-absorbable seperti nilon atau Prolene (polypropylene) dipilih oleh beberapa dokter bedah kolorektal dalam perbaikan sekunder robekan sfingter.
  • Benang non-absorbable dapat menyebabkan abses pada jahitan (terutama pada simpul) dan ujung tajam jahitan dapat menyebabkan ketidaknyamanan.
  • Absorpsi sempurna PDS lebih lama dari Vicryl dan kekuatan tensilnya bertahan lebih lama dari Vicryl.
  • Untuk mengurangi perpindahan jahitan, ujung jahitan harus dipotong pendek dan tertupi oleh muskulus perinei superfisialis.
  • Sebuah RCT menunjukkan tidak ada perbedaan morbiditas terkait jahitan menggunakan benang Vicryl dan PDS pada 6 minggu post partum.

3. Sfingter ani interna harus diidentifikasi dan jika mengalami robekan harus diperbaiki secara terpisah dari sfingter ani eksterna.
  • Sfingter ani interna tampak pucat seperti daging ikan mentah sedangkan sfingter ani eksterna berwarna lebih terang, seperti daging merah.
  • Ujung-ujung otot yang robek dijepit dengan forsep Allis dan perbaikan end-to-end dilakukan dengan jahitan interrupted atau matras menggunakan PDS 3/0.

4. Sfingter ani eksterna harus diidentifikasi dan dijepit dengan forsep Allis karena sfingter ini cenderung mengkerut ketika robek.
  • Setelah itu, otot dipisahkan dari lemak iskhioanal menggunakan gunting Mitzembaum.
  • Ujung-ujung robekan sfingter ani eksterna kemudian dijahit menggunakan teknik overlap dengan benang PDS 3/0.
  • Teknik overlap akan menyebabkan area kontak otot menjadi lebih luas dibandingkan dengan teknik end-to end.
  • Wanita dengan perbaikan sfingter ani eksterna secara end-to-end diketahui dapat tetap kontinen tetapi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami inkontinensia pada usia yang lebih lanjut.
  • Jika operator tidak familiar dengan teknik overlap atau sfingter ani eksterna hanya robek sebagian (derajat 3a/3b) maka perbaikan end-to-end harus dilakukan menggunakan 2-3 jahitan matras, seperti pada perbaikan sfingter ani interna.

5. Setelah perbaikan sfingter, perineal body perlu direkonstruksi agar dapat mempertahankan sfingter ani yang telah diperbaiki.
  • Perineum yang pendek dapat menyebabkan sfingter ani menjadi lebih rentan terhadap trauma dalam kelahiran per vaginam berikutnya.
  • Kulit vagina harus dijahit dan kulit perineum diaproksimasi dengan jahitan subkutikular menggunakan benang Vicryl 3/0.

6. Pemeriksaan rektovaginal harus dilakukan untuk memastikan perbaikan telah sempurna dan memastikan bahwa seluruh tampon atau kapas telah dikeluarkan.

7. Catatan yang lengkap mengenai temuan dan perbaikan harus dibuat. Jika tidak terdapat tenaga yang kompeten pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis obstetrik dan ginekologi. 

Konseling dan Edukasi 
Memberikan informasi kepada pasien dan suami, mengenai, cara menjaga kebersihan daerah vagina dan sekitarnya setelah dilakukannya penjahitan di daerah perineum, yaitu antara lain: 
  1. Menjaga perineum selalu bersih dan kering. 
  2. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum. 
  3. Cuci perineumnya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3 sampai 4 kali per hari. 
  4. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri.

Kriteria Rujukan 
Kriteria tindakan pada Fasilitas Pelayanan Primer hanya untuk Luka Perineum Tingkat 1 dan 2. Untuk luka perineum tingkat 3 dan 4 dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan sekunder.

Peralatan 
  1. Lampu 
  2. Kassa steril 
  3. Sarung tangan steril 
  4. Hecting set 
  5. Benang jahit catgut 
  6. Laboratorium sederhana pemeriksaan darah rutin dan golongan darah.

Prognosis
Prognosis umumnya bonam.

Referensi 
  1. Kementerian Kesehatan RI dan WHO. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2013.(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013) 
  2. Priyatini T,Ocviyanti D, Kemal A. Ilmu Bedah Dasar Obstetri dan Ginekologi. Bina Pustaka.2014 (Priyatini, et al., 2014) 
  3. Cunningham, F.G. Leveno, K.J. Bloom, S.L. Hauth, J.C. Rouse, D.J. Spong, C.Y.Williams Obstectrics. 23rdEd. McGraw-Hill. 2009.(Cunningham, et al., 2009) 
  4. Wiknjosastro, H. Ilmu Bedah Kebidanan. Ed 1 Jakarta: Yayasan Bina Sarwono Prawirohardjo. 2007: Hal 170-6 (Prawirohardjo, et al., 2010).

Popular posts from this blog

Vulnus / Muskuloskeletal

Kulit merupakan bagian tubuh yang paling luar yang berguna melindungi diri dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma, maka dapat menyebabkan luka/vulnus. Luka tersebut dapat merusak jaringan, sehingga terganggunya fungsi tubuh serta dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Keadaan terjadinya diskontinuitas jaringan, dapat ditimbulkan oleh berbagai macam akibat yaitu trauma, meliputi luka robek (laserasi), luka akibat gesekan (abrasi), luka akibat tarikan (avulsi), luka tembus (penetrasi), gigitan, luka bakar, dan pembedahan. Masalah Kesehatan Vulnus No. ICPC-2 : S.16 Bruise / Contusion S.17 Abration / Scratch / Blister S.18 Laceration / Cut No. ICD-10 : T14.1 Open wound of unspecified body region Tingkat Kemampuan: a. Vulnus laceratum, punctum : 4A b. Vulnus perforatum, penetratum : 3B Etiologi  Berdasarkan mekanisme trauma, terdiri dari : Trauma tajam yang menimbulkan luka terbuka, misalnya : 1. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)  Pen...

Reaksi Gigitan Serangga / Penyakit Kulit / Insect Bite

Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik. Masalah Kesehatan Reaksi Gigitan Serangga No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian. Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga, namun ada pula yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang me...

Syok hipovolemik, obstruktif, kardiogenik dan distributif

Syok merupakan salah satu sindroma kegawatan yang memerlukan penanganan intensif dan agresif. Syok adalah suatu sindroma multifaktorial yang menuju hipoperfusi jaringan lokal atau sistemis dan mengakibatkan hipoksia sel dan disfungsi multipel organ. Kegagalan perfusi jaringan dan hantaran nutrisi dan oksigen sistemik yang tidak adekuat tak mampu memenuhi kebutuhan metabolisme sel.  Karakteristik kondisi ini, yaitu:  ketergantungan suplai oksigen,  kekurangan oksigen,  Asidosis jaringan sehingga terjadi metabolisme anaerob dan berakhir dengan kegagalan fungsi organ vital dan kematian.  Syok diklasifikasikan berdasarkan etiologi, penyebab dan karakteristik pola hemodinamik yang ditimbulkan, yaitu:  Syok Hipovolemik yaitu kegagalan perfusi dan suplai oksigen disebabkan oleh hilangnya sirkulasi volume intravaskuler sebesar >20-25% sebagai akibat dari perdarahan akut, dehidrasi, kehilangan cairan pada ruang ketiga atau akibat sekunder dilata...

Veruka Vulgaris / Kutil / Penyakit Kulit

Kutil / Veruka vulgaris merupakan hiperplasia epidermis yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipe tertentu. Sinonim penyakit ini adalah kutil atau common wart. Penularan melalui kontak langsung dengan agen penyebab. Veruka ini sering dijumpai pada anak-anak dan remaja. Masalah Kesehatan Veruka Vulgaris No. ICPC-2 : S03 Warts No. ICD-10 : B07 Viral warts Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Adanya kutil pada kulit dan mukosa. Faktor Risiko 1. Biasanya terjadi pada anak-anak dan orang dewasa sehat. 2. Pekerjaan yang berhubungan dengan daging mentah. 3. Imunodefisiensi. Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik Tanda Patognomonis Papul berwarna kulit sampai keabuan dengan permukaan verukosa. Papul ini dapat dijumpai pada kulit, mukosa dan kuku. Apabila permukaannya rata, disebut dengan veruka Plana. Dengan goresan dapat timbul autoinokulasi sepanjang goresan (fenomena Koebn...

Benda asing di mata / Konjungtiva / Penyakit Mata

Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan, namun pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder. Masalah Kesehatan Benda asing di konjungtiva No. ICPC-2 : F76 Foreign body in eye No. ICD-10 : T15.9 Foreign body on external eye, part unspecified Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Faktor Risiko Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa). Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective) ...