Skip to main content

Sariawan / Ulkus Mulut / Penyakit Digestive

ulkus aftosa sariawan

Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Stomatitis aftosa rekurens (SAR) merupakan penyakit mukosa mulut tersering dan memiliki prevalensi sekitar 10 – 25% pada populasi. Sebagian besar kasus bersifat ringan, self-limiting, dan seringkali diabaikan oleh pasien. Namun, SAR juga dapat merupakan gejala dari penyakit-penyakit sistemik, seperti penyakit Crohn, penyakit Coeliac, malabsorbsi, anemia defisiensi besi atau asam folat, defisiensi vitamin B12, atau HIV. Oleh karenanya, peran dokter di pelayanan kesehatan primer dalam mendiagnosis dan menatalaksana SAR sangat penting.

Stomatitis Herpes
Stomatitis herpes merupakan inflamasi pada mukosa mulut akibat infeksi virus Herpes simpleks tipe 1 (HSV 1). Penyakit ini cukup sering ditemukan pada praktik layanan primer sehari-hari. Beberapa diantaranya merupakan manifestasi dari kelainan imunodefisiensi yang berat, misalnya HIV. Amat penting bagi para dokter di pelayanan kesehatan primer untuk dapat mendiagnosis dan memberikan tatalaksana yang tepat dalam kasus stomatitis herpes.

Masalah Kesehatan
Ulkus Mulut (Aftosa, Herpes)
No ICPC-2 : D83. Mouth / tongue / lip disease
No ICD-10 : K12. Stomatitis and related lesions
K12.0. Recurrent oral aphtae
K12.1. Other form of stomatitis
Tingkat Kemampuan : 4A

Hasil Anamnesis (Subjective)
Keluhan
Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
  1. Luka yang terasa nyeri pada mukosa bukal, bibir bagian dalam, atau sisi lateral dan anterior lidah.
  2. Onset penyakit biasanya dimulai pada usia kanak-kanak, paling sering pada usia remaja atau dewasa muda, dan jarang pada usia lanjut.
  3. Frekuensi rekurensi bervariasi, namun seringkali dalam interval yang cenderung reguler.
  4. Episode SAR yang sebelumnya biasanya bersifat self-limiting.
  5. Pasien biasanya bukan perokok atau tidak pernah merokok.
  6. Biasanya terdapat riwayat penyakit yang sama di dalam keluarga.
  7. Pasien biasanya secara umum sehat. Namun, dapat pula ditemukan gejala-gejala seperti diare, konstipasi, tinja berdarah, sakit perut berulang, lemas, atau pucat, yang berkaitan dengan penyakit yang mendasari.
  8. Pada wanita, dapat timbul saat menstruasi.

Stomatitis Herpes
  1. Luka pada bibir, lidah, gusi, langit-langit, atau bukal, yang terasa nyeri.
  2. Kadang timbul bau mulut.
  3. Dapat disertai rasa lemas (malaise), demam, dan benjolan pada kelenjar limfe leher.
  4. Sering terjadi pada usia remaja atau dewasa.
  5. Terdapat dua jenis stomatitis herpes, yaitu: a. Stomatitis herpes primer,yang merupakan episode tunggal. b. Stomatitis herpes rekurens, bila pasien telah mengalami beberapa kali penyakit serupa sebelumnya.
  6. Rekurensi dapat dipicu oleh beberapa faktor, seperti: demam, paparan sinar matahari, trauma, dan kondisi imunosupresi seperti HIV, penggunaan kortikosteroid sistemik, dan keganasan.

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)
Aftosa/Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Terdapat 3 tipe SAR, yaitu: minor, mayor, dan herpetiform.

Tampilan klinis Aftosa/Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Aftosa minor
Aftosa mayor
Aftosa herpetiform
Paling sering
Jarang
Jarang
Mukosa non-keratin (bukal, sisi dalam bibir, sisi lateral dan anterior lidah)
Mukosa non-keratin dan mukosa mastikatorik (gingiva dan sisi dorsum lidah)
Mukosa non-keratin
Satu atau beberapa
Satu atau beberapa
Banyak, bahkan hingga ratusan
Dangkal
Lebih dalam dari tipe minor
Dangkal
Bulat, berbatas tegas
Bulat, berbatas tegas
Bulat, namun dapat berkonfluensi satu sama lain membentuk tampilan ireguler, berbatas tegas
Diameter 5 – 7 mm
Diameter lebih besar dari tipe minor
Diameter 1 – 2 mm
Bagian tengah berwarna putih kekuningan
Dapat bertahan beberapa minggu hingga bulan
Dapat ditemukan skar


Pemeriksaan fisik

  • Tanda anemia (warna kulit, mukosa konjungtiva)
  • Pemeriksaan abdomen (distensi, hipertimpani, nyeri tekan)
  • Tanda dehidrasi akibat diare berulang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain:

  • Darah perifer lengkap
  • MCV, MCH, dan MCHC

Stomatitis Herpes
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan:

  1. Lesi berupa vesikel, berbentuk seperti kubah, berbatas tegas, berukuran 2 – 3 mm, biasanya multipel, dan beberapa lesi dapat bergabung satu sama lain.
  2. Lokasi lesi dapat di bibir (herpes labialis) sisi luar dan dalam, lidah, gingiva, palatum, atau bukal.
  3. Mukosa sekitar lesi edematosa dan hiperemis.
  4. Demam
  5. Pembesaran kelenjar limfe servikal
  6. Tanda-tanda penyakit imunodefisiensi yang mendasari

Pemeriksaan penunjang
Tidak mutlak dan tidak rutin dilakukan.

Penegakan Diagnosis (Assessment)
Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Diagnosis SAR dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis. Dokter perlu mempertimbangkan kemungkinan adanya penyakit sistemik yang mendasari.

Diagnosis Banding

  • Herpes simpleks
  • Sindrom Behcet
  • Hand, foot, and mouth disease
  • Liken planus
  • Manifestasi oral dari penyakit autoimun (pemfigus, SLE, Crohn)
  • Kanker mulut

Stomatitis Herpes
Diagnosis stomatitis herpes dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Diagnosis banding:

  • SAR tipe herpetiform
  • SAR minor multipel
  • Herpes zoster
  • Sindrom Behcet
  • Hand, foot, and mouth disease
  • Manifestasi oral dari penyakit autoimun (pemfigus, SLE, Crohn)

Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Pengobatan yang dapat diberikan untuk mengatasi SAR adalah:

  1. Larutan kumur chlorhexidine 0,2% untuk membersihkan rongga mulut. Penggunaan sebanyak 3 kali setelah makan, masing-masing selama 1 menit.
  2. Kortikosteroid topikal, seperti krim triamcinolone acetonide 0,1% in ora base sebanyak 2 kali sehari setelah makan dan membersihkan rongga mulut.

Konseling dan Edukasi
Pasien perlu menghindari trauma pada mukosa mulut dan makanan atau zat dalam makanan yang berpotensi menimbulkan SAR, misalnya: kripik, susu sapi, gluten, asam benzoat, dan cuka.

Kriteria Rujukan
Dokter di pelayanan kesehatan primer perlu merujuk ke layanan sekunder, bila ditemukan:
1. Gejala-gejala ekstraoral yang mungkin terkait penyakit sistemik yang mendasari, seperti:

  • Lesi genital, kulit, atau mata
  • Gangguan gastrointestinal
  • Penurunan berat badan
  • Rasa lemah
  • Batuk kronik
  • Demam
  • Limfadenopati, Hepatomegali, Splenomegali

2. Gejala dan tanda yang tidak khas, misalnya:

  • Onset pada usia dewasa akhir atau lanjut
  • Perburukan dari aftosa
  • Lesi yang amat parah
  • Tidak adanya perbaikan dengan tatalaksana kortikosteroid topikal

3. Adanya lesi lain pada rongga mulut, seperti:

  • Kandidiasis
  • Glositis
  • Perdarahan, bengkak, atau nekrosis pada gingiva
  • Leukoplakia
  • Sarkoma Kaposi

Stomatitis Herpes
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu:
1. Analgetik
Untuk mengurangi rasa nyeri, dapat diberikan analgetik seperti Parasetamol atau Ibuprofen. Larutan kumur chlorhexidine 0,2% juga memberi efek anestetik sehingga dapat membantu.

2. Antivirus
Pilihan antivirus yang dapat diberikan, antara lain:
a. Acyclovir, diberikan per oral, dengan dosis:

  •  dewasa: 5 kali 200 – 400 mg per hari, selama 7 hari
  •  anak: 20 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi 5 kali pemberian, selama 7 hari

b. Valacyclovir, diberikan per oral, dengan dosis:

  •  dewasa: 2 kali 1 – 2 g per hari, selama 1 hari
  •  anak : 20 mg/kgBB/hari, dibagi menjadi 5 kali pemberian, selama 7 hari

c. Famcyclovir, diberikan per oral, dengan dosis:

  •  dewasa: 3 kali 250 mg per hari, selama 7 – 10 hari untuk episode tunggal 3 kali 500 mg per hari, selama 7 – 10 hari untuk tipe rekurens
  •  anak : Belum ada data mengenai keamanan dan efektifitas pemberiannya pada anak-anak

Dokter perlu memperhatikan fungsi ginjal pasien sebelum memberikan obat-obat di atas. Dosis perlu disesuaikan pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal. Pada kasus stomatitis herpes akibat penyakit sistemik, harus dilakukan tatalaksana definitif sesuai penyakit yang mendasari.

Pencegahan rekurensi pada stomatitis herpes rekurens
Pencegahan rekurensi dimulai dengan mengidentifikasi faktor-faktor pencetus dan selanjutnya melakukan penghindaran. Faktor-faktor yang biasanya memicu stomatitis herpes rekurens, antara lain trauma dan paparan sinar matahari.

Peralatan
Kaca mulut
Lampu senter

Prognosis
Aftosa / Stomatitis Aftosa Rekurens (SAR)
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia

Stomatitis Herpes
Ad vitam : Bonam
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia


Referensi
  1. Cawson, R. & Odell, E., 2002. Diseases of the Oral Mucosa: Non-Infective Stomatitis. In Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine. Spain: Elsevier Science Limited, pp. 192–195. (Cawson & Odell, 2002)
  2. Scully, C., 1999. Mucosal Disorders. In Handbook of Oral Disease: Diagnosis and Management. London: Martin Dunitz Limited, pp. 73–82. (Scully, 1999)
  3. Woo, SB & Sonis, S., 1996. Recurrent Aphtous Ulcers: A Review of Diagnosis and Treatment. Journal of The American Dental Association, 127, pp.1202–1213. (Woo & Sonis, 1996)
  4. Woo, Sook Bin & Greenberg, M., 2008. Ulcerative, Vesicular, and Bullous Lesions. In M. Greenberg, M. Glick, & J. A. Ship, eds. Burket’s Oral Medicine. Ontario: BC Decker, p. 41. (Woo & Greenberg, 2008)


Popular posts from this blog

Lipoma / Tumor Jinak / Muskuloskeletal

Lipoma adalah suatu tumor (benjolan) jinak yang berada di bawah kulit yang terdiri dari lemak. Biasanya lipoma dijumpai pada usia lanjut (40-60 tahun), namun juga dapat dijumpai pada anak-anak. Lipoma kebanyakan berukuran kecil, namun dapat tumbuh hingga mencapai lebih dari diameter 6 cm. Masalah Kesehatan  Lipoma  No. ICPC-2 : S78 Lipoma No.ICD-10 : D17.9 Benign lipomatous neoplasm Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis  Keluhan Benjolan di kulit tanpa disertai nyeri. Biasanya tanpa gejala apa-apa (asimptomatik). Hanya dikeluhkan timbulnya benjolan yang membesar perlahan dalam waktu yang lama. Bisa menimbulkan gejala nyeri jika tumbuh dengan menekan saraf. Untuk tempat predileksi seperti di leher bisa menimbulkan keluhan menelan dan sesak. Faktor Risiko  Adiposisdolorosis  Riwayat keluarga dengan lipoma  Sindrom Gardner Usia menengah dan usia lanjut Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)  Pemeriksaan Fisik Patologis Keadaan Umum : ta

Benda asing di mata / Konjungtiva / Penyakit Mata

Benda asing di konjungtiva adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva dan dapat menyebabkan iritasi jaringan. Pada umumnya kelainan ini bersifat ringan, namun pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing yang bersifat asam atau basa dan bila timbul infeksi sekunder. Masalah Kesehatan Benda asing di konjungtiva No. ICPC-2 : F76 Foreign body in eye No. ICD-10 : T15.9 Foreign body on external eye, part unspecified Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Faktor Risiko Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa). Hasil Pemeriksaan Fisik dan Penunjang Sederhana (Objective)

Dermatitis Numularis / Penyakit Kulit

Dermatitis numularis adalah dermatitis berbentuk lesi mata uang (koin) atau lonjong, berbatas tegas, dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah (oozing/madidans). Penyakit ini pada orang dewasa lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Usia puncak awitan pada kedua jenis kelamin antara 55 dan 65 tahun, pada wanita usia puncak terjadi juga pada usia 15 sampai 25 tahun. Dermatitis numularis tidak biasa ditemukan pada anak, bila ada timbulnya jarang pada usia sebelum satu tahun, umumnya kejadian meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Masalah Kesehatan Dermatitis Numularis No. ICPC-2 : S87 Dermatitis/atopic eczema No. ICD-10 : L20.8 Other atopic dermatitis Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Bercak merah yang basah pada predileksi tertentu dan sangat gatal. Keluhan hilang timbul dan sering kambuh. Faktor Risiko Pria, usia 55-65 tahun (pada wanita 15-25 tahun), riwayat trauma fisis dan kimia

Reaksi Gigitan Serangga / Penyakit Kulit / Insect Bite

Reaksi gigitan serangga (insect bite reaction) adalah reaksi hipersensitivitas atau alergi pada kulit akibat gigitan (bukan terhadap sengatan/stings) dan kontak dengan serangga. Gigitan hewan serangga, misalnya oleh nyamuk, lalat, bugs, dan kutu, yang dapat menimbulkan reaksi peradangan yang bersifat lokal sampai sistemik. Masalah Kesehatan Reaksi Gigitan Serangga No. ICPC-2 : S12 Insect bite/sting No. ICD-10 : T63.4 Venom of other arthropods Tingkat Kemampuan : 4A Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Pasien datang dengan keluhan gatal, rasa tidak nyaman, nyeri, kemerahan, nyeri tekan, hangat atau bengkak pada daerah tubuh yang digigit, umumnya tidak tertutup pakaian. Kebanyakan penderita datang sesaat setelah merasa digigit serangga, namun ada pula yang datang dengan delayed reaction, misalnya 10-14 hari setelah gigitan berlangsung. Keluhan kadang-kadang diikuti dengan reaksi sistemik gatal seluruh tubuh, urtikaria, dan angioedema, serta dapat berkembang me

Takikardi / Penyakit Kardiovaskuler

Takikardi adalah suatu kondisi dimana denyut jantung istirahat seseorang secara abnormal lebih dari 100 kali per menit. Sedangkan supraventikular takikardi (SVT) adalah takikardi yang berasal dari sumber di atas ventrikel (atrium atau AV junction), dengan ciri gelombang QRS sempit (< 0,12ms) dan frekuensi lebih dari 150 kali per menit. Ventrikular Takikardi (VT) adalah takikardi yang berasal dari ventrikel, dengan ciri gelombang QRS lebar (> 0,12ms) dan frekuensi biasanya lebih dari 150 kali per menit. VT ini bisa menimbulkan gangguan hemodinamik yang memerlukan tindakan resusitasi. Masalah Kesehatan Takikardia No. ICPC-2 : K79 Paroxysmal Tachicardy No. ICD-10 : R00.0 Tachicardy Unspecified I47.1 Supraventicular Tachicardy I47.2 Ventricular Tachicardy Tingkat Kemampuan : 3B Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan Gejala utama meliputi: Palpitasi  Sesak napas  Mudah lelah  Nyeri atau rasa tidak nyaman di dada  Denyut jantung istirahat lebih dari 100 ka